Adapun melalui kisah Kang Da-Eul pada devisi pemasaran Grup King, penonton mendapat gambaran bagaimana ribetnya buruh yang tertekan mentalitas senior yang menganggap dirinya seorang majikan! Hingga dibudayakannya berbagai macam kegiatan rutin di luar batas hubungan kerja seperti menyiapkan kudapan rutin untuk senior! Belum lagi tentang pembagian jadwal senior-junior yang diskriminatif. Buruh senior yang menempati posisi pengawas dan kerja administratif memiliki jam kerja yang lebih luang dan menetapkan hari libur akhir pekan sedangkan buruh yang menempati posisi kerja lapangan mendapat jam kerja tinggi serta jadwal kerja shifting (hari libur tidak teratur). Bahkan tingginya intensitas jam kerja dan mininya waktu istirahat tergantung dengan kebijakan elit korporat.
Keadaan agak membaik setelah beberapa waktu. Penonton dihiburkan oleh dipilihnya Kang Da-Eul sebagai ketua tim pemasaran. Selama memimpin, ia bahkan mewujudkan gagasan progresifnya yang salah satunya menghapus mentalitas majikan pada jabatan ketua tim.
"Mulai hari ini, kita urus sendiri makanan masing-masing. Tak masalah kan? Aturan staf junior harus menyiapkan kudapan pun cukup sampai hari ini. Memang itu tradisi baik yang sampai harus diwariskan?! Kita bekerja di sini untuk melayani orang. Jangan berdebat akibat tradisi yang bahkan tak jelas pembuatnya" (episode 2 menit 39:16).
Selain Kang Da-Eul, gagasan progresif juga diutarakan oleh Goo Won ketika ia memberi sambutan sebagai manajer umum.
"Kelak aku berjanji akan membuat Hotel King menjadi hotel tanpa senyum terpaksa."
(episode 2 menit 26:55).
Nir Ing Sambikala Kurban Pekerja
Visi baik Goo Won untuk merubah keterpaksaan senyum para buruh berangkat dari memori hidupnya melihat hilangnya keintiman emosi batin manusia dalam profesionalitas kerja. Ada relasi kuasa yang tidak sehat antara buruh dan majikan yang musti dirubah. Misalnya dalam episode 5 dan episode 6 para buruh yang bukan kewajiban peran kerjanya harus legowo tidak dapat menolak kerja tambahan mencari suplai bahan produksi atas kebijakan Pekan Tani dari atasan. Tak jarang problem kerja tambahan yang dibebankan diluar perannya menimbulkan kecelakaan kerja.
Pesan pentingnya, pemberi kerja menjamin keselamatan kerja buruhnya digambarkan dengan satir adegan yang kocak. Goo Won menggelontorkan uang perusahaan menyewa helikopter untuk mengevakuasi Sa-rang yang jatuh ke jurang saat mencari gingseng liar pada tugas tambahan Pekan Tani. Alih-alih mendapat damprat dari Goo II Hoon, ayahnya atas keputusannya menggelontorkan anggaran demi keselamatan satu orang buruhnya, Goo Won justru mendapat apresiasi.
"Hal tersulit di dunia ini adalah menyelamatkan hanya satu orang. Kita memperhitungkan untung ruginya. Sebab zaman sekarang banyak yang lebih penting dari nyawa satu orang. Itu pasti sebuah keputusan sulit. Bagus. Meskipun ada kerugian anggaran" (episode 6 menit 59:47).
Tak hanya perihal pesan keselamatan kerja bagi buruh yang menyedot diperhatikan penonton, hadirnya buruh di balik layar keberhasilan bisnis menarik disimak. Melalui adegan diberikannya panggung untuk buruh-buruh sepuh membagikan kisahnya yang telah bekerja puluhan tahun dalam acara HUT ke-100 tahun Hotel King, emosi penonton diaduk sedemikian rupa. Goo Won sadar bahwa sambutan perwakilan DPR dalam suatu acara formal perusahaan tidak lebih penting dari rasa terima kasihnya terhadap kerja-kerja buruh yang selama ini diabaikan elit perusahaan.
Peningkatan Laba dan Kesejahteraan Buruh, Bisakah?
Memimpin perusahaan menjadi yang terbaik seantero negeri, menjadi tantangan tersendiri. Di balik gaung kemenangan persaingan bisnis sering kali terdapat pertarungan gagasan hingga level kebijakan. Hal ini juga nampak pada pertarungan gagasan apakah peningkatan laba dapat ditempuh dengan strategi menyejahterakan buruh? Menjawab pertanyaan yang agak pelik tersebut, penonton dihibur secara apik melalui adegan adu gagasan (Gagasan konservatif Goo Hwa Ran, putri Goo II Hoon dengan gagasan progresif Goo Won) dalam rapat direksi.