Mohon tunggu...
Eko Nurwahyudin
Eko Nurwahyudin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar hidup

Lahir di Negeri Cincin Api. Seorang kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ashram Bangsa dan Alumni Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Motto : Terus Mlaku Tansah Lelaku.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dolus Premeditatus dan Episode 1 Edogawa Conan

4 November 2023   16:38 Diperbarui: 4 November 2023   17:19 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dolus Premeditatus dan Episode 1 Edogawa Conan

Membaca suatu peristiwa tidak dapat dilakukan dengan satu kamus saja. Kematian sebagai suatu peristiwa misalnya, tentu tidak dapat dibaca hanya berdasarkan kamus biologi semata. Makna kematian dalam kamus biologi tak lain konsekuensi kodrati semua mahluk sebagai ciptaan yang fana'.

Kematian dalam arti biologi memiliki arti yang berbeda dengan kematian dalam kamus hukum yang notabene memiliki pengertian lanjutan. Kematian dalam kamus hukum dapat dimaknai sebagai peristiwa perdata, maupun peristiwa pidana. Baik hukum perdata maupun hukum pidana tidak melarang orang mati, namun lebih-lebih hukum pidana melarang adanya orang mati lantaran perbuatan orang lain. Orang lain dalam hal ini tidak hanya dimaknai 'pribadi lain' tetapi juga 'badan hukum'maupun 'pribadi' itu sendiri.

Larangan adanya orang mati lantaran perbuatan hukum orang tersebut timbul atas konsekuensi tujuan hukum pidana untuk menjejera dan mencegah perbuatan (deterrence). Dalam hal menjera  atau mencegah pidana (feit) baik lantaran perbuatan (handelen) atau sengaja maupun pengabaian (natelen) atau culpa atas matinya seseorang maka negara memiliki kewajiban mencegahnya terjadinya pidana dengan menetapkan delik-delik pembunuhan dalam hukum pidana nasionalnya.

Setelah diaturnya delik-delik kejahatan termasuk pembunuhan di dalamnya maka dengan sendirinya berlakukan asas personalitas atau asas nasionalitas aktif yang mendalilkan bahwa nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali atau tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya. Singkat kata, hukum pidana layaknya busana yang dikenakan seseorang warga negara yang bagi siapapun yang melawan hukum formil (perundang-undangan pidana) memiliki potensi untuk dipidana.

Objektivitas dan Subjektivitas Syarat Pemidanaan

Catatan dari para ahli hukum pidana setidaknya membagi 2 syarat pemidanaan yakni syarat objektiv dan syarat subjektiv. Syarat objektiv terpenuhi apabila orang melawan hukum formil nasional (perundang-undangan pidana). Walhasil, sering dijumpai informasi yang tak jarang paradoks tentang tersangka, yang diduga melakukan pidana maupun terdakwa yang didakwakan pidana meskipun 'buta hukum', 'keterdesakan ekonomi' melakukan perbuatan yang ternyata aktivitas ekonomisnya (termasuk sekadar menyambung hidup) diatur sebagai peristiwa hukum yang dilarang.

Adapun syarat subjektiv pemidanaan terbagi menjadi tiga yakni; sengaja, kelalaian (culpa) dan dapat dipertanggungjawabkan. Sialnya meskipun banyak dijumpai syarat subjektiv pemidanaan sudah terpenuhi para tersangka maupun terdakwa yang melakukan pidana baik secara sengaja maupun lalai serta memiliki kompetensi dapat mempertanggungjawabkan pidananya atau cakap hukum seringkali dalam catatan budaya hukum Indonesia kecakapan politis para pelaku pidana sering menggugurkan pelaku pidana yang cakap hukum bertanggungjawab atas pidana yang dilakukannya.

Dolus Premeditatus dan Karya Gosho Aoyama

Salah satu syarat pemidanaan subjektif yaitu sengaja (opzet) setidaknya memiliki dua teori yakni teori kehendak dan teori membayangkan serta memiliki beberapa istilah kuno -- yang satu diantaranya lawan dari dolus repentinus (sengaja yang tidak direnungkan) yakni dolus premeditatus (sengaja yang direnungkan terlebih dahulu). Adapun contoh menarik dari dolus premeditates banyak digambarkan oleh Gosho Aoyama dalam banyak serial karyanya yang berjudul Detective Conan.

Pada debut epidoe pertama karyanya, Aoyama menceritakan dengan sangat apik bagaimana pentingnya berpikir logis-kritis dalam memecahkan tindak pembunuhan. Logika dalam hal ini menjadi perangkat penting yang membantu pembaca untuk merapihkan dan merangkai puzzle-puzzel petunjuk kejahatan.

Terlebih kasus yang menarik pada episode pertama ini, yakni pembunuhan di roller coster bukanlah dolus repentinus melainkan dolus premeditates. Pembunuhan yang dilakukan secara berencana cenderung lebih rapih dilakukan daripada pembunuhan tanpa terencana. Pembunuhan berencana mengharuskan tiga syarat yang harus dipenuhi dalam unsur perencanaan. Pertama, pelaku memutuskan kehendak membunuh dalam keadaan tenang, tidak tergesa-gesa, tidak dalam keadaan emosi yang tinggi, Kedua, terdapat waktu yang cukup dari timbulnya kehendak hingga pelaksanaan kehendak. Ketiga, melaksanakan perbuatannya dalam suasana tenang. Walhasil, tanpa dibantu logika yang membantu berpikir rapih maka kerapihan unsur perencanaan pembunuhan tersebut sulit menemukan titik terang.

Kepiawaian logika deduktif tokoh utama  dari manga karya Aouama yakni Sinichi Kudo dalam merangkai petunjuk pembunuhan berencana tersebut antara lain; Pertama, Sinichi mengidentifikasi bahwa dalam kasus dolus premeditates yang mana terdapat kecukupan waktu dari timbulnya kehendak membunuh hingga pelaksanaan adalah wajar apabila pelaku juga memikirkan keadaan pasca berhasilnya pembunuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun