Mohon tunggu...
Eko Nurwahyudin
Eko Nurwahyudin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar hidup

Lahir di Negeri Cincin Api. Seorang kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ashram Bangsa dan Alumni Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Motto : Terus Mlaku Tansah Lelaku.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Belum Ada Judul

18 Juni 2022   20:26 Diperbarui: 18 Juni 2022   20:33 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum Ada Judul

Lain cerita dengan menulis sebuah catatan pemikiran, saya tak dapat memunculkan judul untuk sebuah catatan perasaan. Mengapa? Sebab jarak antara pemikiran dan perasaan itu kurang lebih seperti jarak antara 'sedih' sebagai kata sifat dan 'kesedihan' sebagai kata benda.

Saya teringat salah satu materi ilmu gramatika bahwa yang dapat menjelaskan 'kata sifat' hanya 'kata keterangan' sedangkan 'kata sifat' hanya dapat menjelaskan 'kata benda'. Saya memang tidak ahli dalam ilmu gramatika tetapi ada tiga aturan yang agaknya (barangkali pada catatan selanjutnya akan berkembang) berbunyi; Pertama, ketika 'kata sifat' ingin menerangkan 'kata benda' disitulah rasio, intuisi dan seperangkat alat nalar bekerja -- artinya di situ ada 'kata penghubung' yang diwakili 'karena'. Kedua, 'kata sifat' yang menerangkan 'kata benda' akan disfungsi ketika menerangkan 'kata sifat yang sama dikatabendakan'. Ketiga, 'kata sifat' sungguh berfungsi (artinya ada unsur kelayakan) untuk menerangkan 'kata benda' dengan menggunakan penambahan kata hubung atau partikel (lebih tepatnya) 'kepada' dan untuk menerangkan 'kata sifat yang berbeda' dengan menggunakan penambahan kata hubung atau partikel (lebih tepatnya) 'yang'.

Untuk aturan pertama contohnya, cinta karena ke-cantik-an, sedih karena ke-jelek-an, bijak karena ke-cerdas-an. Untuk aturan kedua contohnya, cinta karena ke-cinta-an, marah karena ke-marah-an. Untuk aturan ketiga contohnya, cinta kepada rasul, marah kepada pelawak atau cinta yang tulus, marah yang serius.

Lantas apa yang menjadi inti catatan perasaan yang tak memerlukan judul ini? Apakah pemahaman soal ilmu gramatika dari seorang yang tak ahli ilmu tersebut dan tak pernah belajar linguistik maupun jurnalistik secara serius? Tidak tentu tidak. Catatan perasaan ini hanya untuk mengungkapkan rasa. Lantas rasa yang bagimana dimaksudkan untuk diungkapkan? Cinta? Tepat.

Kira-kira begini inti catatan perasaan itu: Saya tengah 'cinta' kepada 'perempuan'. Ia 'marah' karena saya keterlaluan bercanda. Saya 'salah'. Ia 'diam' sampai sekarang.

Apabila inti catatan perasaan itu tidak tertangkap oleh pikiran memang begitulah saya merasa berhasil. Karena saya tengah menulis catatan perasaan dan bermaksud agar ditangkap oleh perasaan juga! Bukankah jarak antara perasaan dan pemikiran seperti jarak antara kata sifat dan kata sifat yang dikata-bendakan?

Yogyakarta, 18 Juni 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun