Paradoks Kegilaan dan Titik Nadir Kemanusiaan
"We're all mad, Dr. Newgate. Some are simply not mad enough to admit it". Kita semu gila, Dr. Newgate. Beberapa dari kita hanya tidak cukup gila untuk mengakuinya. (perkataan Dr. Silas Lamb pada durasi 01:35:00)
Entah berapa kali saya menonton film misteri yang dirilis pada 2014 ini. Film yang ditulis oleh Joseph Gangemi berdasarkan tafsir bebas cerita pendek karya Edgar Allan Poe berjudul "The System of Doctor Tarr and Professor Fether" ini menceritakan tentang kritik yang terhadap cara pandang dunia medis terhadap kelompok difabel terkhusus difabel grahita.Â
Sepanjang 113 menit penonton akan diajak menilai secara hati-hati tentang perbedaan yang sangat tipis difabel grahita dengan penyakit kejiwaan yang apabila dibaca dengan dangkal akan membaurkan batas antar keduanya. Tentunya, apabila batas tak lagi jelas maka cara berpikir dan sikap kita terhadap mereka bisa saja jatuh hingga titik nadir kemanusiaan.
Film ini diawali dengan materi perkuliahan yang disampaikan oleh Dr. Edward Newgate, seorang spesialis gangguan jiwa di Oxford University, 1899. Dr. Edward Newgate mendemonstrasikan pasien Rumah Sakit Bethlehem yang menderita hysteria.Â
Pasien itu bernama Eliza Graves, 35 tahun yang merupakan istri seorang kaya. Dr. Edward Newgate menunjukkan pada mahasiswanya beberapa titik fital pemicu hysteria di beberapa bagian intim dari anatomi tubuh perempuan dan gejala hysteria seperti tangan terkepal, punggungnya melengkung, kejang-kejang hingga pengerasan otot mendalam. Â
Belakangan, dipertengahan film akan ditampilkan bahwa Eliza Graves diserahkan di Rumah Sakit Jiwa karena telah mencongkel mata dan memutuskan satu telinga suaminya sebagai upaya membela diri.Â
Hysteria yang diidap Eliza Graves ternyata dipengaruhi oleh pengalaman kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah kandungnya ketika Eliza masih kecil hingga berbagai kekerasan yang dilakukan oleh suaminya.
Setelah melihat demonstrasi tersebut, salah seorang mahasiswa (pada durasi 03:10) bertanya, "What of the woman's insistence that she is not mad?" Kenapa wanita tersebut bersikeras bahwa dia tidak gila?
"Just as every criminal maintains he's innocent, so does every mad woman insist she is sane." Sama seperti setiap penjahat yang bersikukuh dia tidak bersalah, begitu juga setiap wanita gila yang bersikeras dia waras. Jawab Dr. Newgate tegas.Â
Berdasarkan jawaban inilah penonton akan diajak memulai untu menilai bagaimana statemen seorang dokter serta cara pandang dunia medis terhadap kelompok difabel grahita.Â
Adegan inilah yang menjadi pengantar mendalami berbagai macam cara pandang dunia medis maupun berbagai macam stereotipe masyarakat umumnya terhadap kelompok difabel grahita seperti aib, kejahatan memiliki keluarga difabel sehingga harus dibuang, dijauhkan dari dunia luar.
Adegan kemudian berganti di tengah hutan belantara berkabut. Seorang mahasiswa Oxford University yang mengampu pendidikan spesialis kejiwaan menuju Stonehearts Asylum. Sambil berjalan masih peringatan Dr. Newgate pada perkuliahan ditampilkan (pada durasi 3:37).
Seolah-olah penonton merasa terngiang-ngiang satu prinsip bahwa, "And therein lies the paradox of insanity and the great peril of our profession... as you embark on your careers as alienists, believe nothing that you hear and only one half of what you see." Dan disitulah letak paradoks kegilaan dan resiko besar dari profesi kita... saat kalian memulai karir sebagai ahli penyakit jiwa, jangan percaya yang kau dengar dan hanya satu setengah dari apa kau lihat.
Lelaki itupun akhirnya mendapat tumpangan dokar. Seorang gadis meyakinkan ayahnya untuk menerima permohonannya menumpang. Sepanjang perjalanan menuju Rumah Sakit Jiwa, terjadi dialog yang sangat menarik penuh misteri antara si gadis dan si mahasiswa itu. "Pada awalnya dia tidak ingin berhenti, karena anda mungkin orang gila yang melarikan diri, tapi aku meyakinkannya anda tak mungkin orang gila. Karena anda sedang menuju ke arah Rumah Sakit Jiwa, bukan menjauhinya...Dan anda hanya terlihat seperti orang yang hanya tersesat, bukan tersesat pikirannya. Anda mungkin akan jadi yang terbaik, anda punya sorot mata yang baik".
Namun, diakhir film nanti, penonton akan dikejutkan bahwa si mahasiswa yang menuju Stonehearts Asylum ternyata seorang mahasiswa pasien Dr. Edward Newgate yang mengidap Pseudologia Fantastica yang sangat terobsesi kepada Eliza Graves sehingga suatu kali ia kabur dan berhasil menyamar menggunakan identitas Dr. Edward Newgate.Â
Belakangan dari perkataan si gadis pada durasi 05:10 inilah penonton akan bertanya-tanya bagaimana mungkin ada orang gila yang kabur dari RSJ hanya untuk masuk ke RSJ yang lain? dan mulailah apa yang disebut paradoks kegilaan!
Kejanggalan Dunia Medis dan Paradoks Kegilaan
Barangkali cara pandang terkini dunia medis terhadap kelompok difabel grahita telah jauh berbeda dari suasana latar belakang waktu dalam film ini tahun 1899 dimana belum tercetus diskursus hak asasi manusia dan kajian difabel sebagai kelompok rentan mendapat diskriminasi.
Pada adegan selanjutnya, setibanya Edward Newgate tiba di depan RSJ, penonton akan menyaksikan bagaimana kelompok difabel grahita mendapat berbagai macam perlakuan tidak manusiawi bahkan di dalam praktik penyembuhan dunia medis. Mereka diisolasi, dijauhkan, diasingkan dari dunia luar.Â
Mereka di rawat namun seperti dibuang dari keluarga mereka ke RSJ yang berada di tengah hutan belantara, yang dikelilingi oleh pegunungan yang secara geografis sebagai benteng alami menihilkan potensi mereka kabur. Seolah-olah dunia dalam gambaran film ini kondisi acuhnya masyarakat sehingga membiarkan keluarganya tetap dalam kondisi ketidakberdayaan.
Setibanya di RSJ, Edward Newgate (selanjutnya ditunjukan untuk menyebut tokoh yang diperankan Jim Sturgess) ia disambut oleh Mickey Finn, seorang penjaga.Â
Ia diantar masuk dan diantar menemui Dr. Lamb, seorang Kepala RSJ yang belakangan diketahui merupakan seorang pasien berlatarbelakang Dokter Bedah Perang yang mengkudeta Dr. Benjamin Salt, Kepala RSJ yang sah.
Adegan perkenalan mereka pada durasi 09:40 dibuka dengan satu kritik yang menarik tentang perbandingan kemajuan dunia medis, baik secara analisis penyakit, metode penyembuhannya, sampai perkembangan rasionalitas.Â
Dr. Lamb menyapa, "Trephination. An arcane medical procedure performed by savages upon those possessed of evil spirits. By boring a hole in the skull, they believed it would allow the demons to escape. Let us be thankful we live in more enlightened times, don't you agree, doctor...?" Trephination.Â
Prosedur kedokteran misterius yang dilakukan oleh orang-orang biadab kepada orang yang kerasukan roh-roh jahat. Dengan mengebor sebuah lubang di tengkorak, mereka percaya itu akan memungkinkan setan melarikan diri. Kita bersyukur kita hidup di zaman yang lebih tercerahkan, tidakkah kau setuju, Dokter...?
Perkenalan mereka dilanjutkan dengan tanya jawab motivasi Newgate ke RSJ. Bagi Newgate, ia tidak tertarik terhadap spesialisasi lain seperti dokter bedah melainkan tertarik dengan permasalahan penyakit jiwa karena baginya tidak ada yang lebih kejam dari sakit jiwa. Sebab, itu merampas akal sehat manusia, martabatnya, jiwanya. Dan itu terjadi, begitu lambat, tanpa belas kasihan.
Dari pandangan inilah kemudian kita diajak melihat perspektif humanis dari seorang mahasiswa kedokteran.
Setelah berkenalan, Newgate diajak berkeliling oleh Dr. Silas Lamb melihat dan menyaksikan keadaan Stonehearst Asylum yang dihuni oleh 200 pasien baik laki-laki dan perempuan dari beberapa keluarga terbaik kerajaan dan golongan ningrat seperti raja, bangsawan, sepupu ratu.Â
Pasien-pasien itu unik-unik seperti bangsawan yang menyakini dia punya dua kepala, pangeran yang mengira dirinya teko, Terrance ahli waris pengusaha rel kereta api, Signore Balzoni yang meyakini dirinya kuda jantan arab setelah terjatuh dari pertandingan pacuan kuda, Mickey Finn, membunuh ibu dan saudara perempuannya dengan menyayat leher mereka, Yeremia yang membunuh istrinya dengan palu, Arthur yang dikenal dengan nama panggung Raksaksa Oxbridge yang dijual keluarganya ke sebuah seni pertunjukan ketika dia masih kecil, dan mereka yang mengidap neurasthenia, demantia praecox, incurable homosexuality, epilepsy, melancholia.
Meskipun mereka dari kalangan atas yang terpelajar namun cara pandang mereka yang tidak terpelajar menjadikan kritik yang ironis film ini, sebagaimana diungkap Dr. Lamb (pada durasi 13:37), "You'll find most of our patients are here because they are embarrassments to their families. Outcasts." Kau akan dapati sebagian besar pasien kami di sini karena mereka membuat malu keluarga mereka. orang buangan.
Penonton pada adegan-adegan pertengahan film juga akan diajak memikirkan ulang bagaimana kondisi penanganan medis Stonehearst Asylum yang mencampurkan kelompok difabel grahita, orang gila, pelaku kejahatan, para psikopat yang nampak waras sekalipun ia kalangan medis. Semua dipukul rata, dikatagorikan gila di Stonehearst Asylum.Â
Bahkan ketika adegan memperlihatkan kondisi sebelum Dr. Benjamin Salt dan para asistennya dikudeta, digulingkan, dijadikan tahanan oleh Dr. Lamb dan kawan-kawannya, penonton akan merasa sedih dengan berbagai praktik medis guna menemukan kunci sakit jiwanya (mengetahui hal yang paling ditakuti) pasien dan sarana untuk mengendalikannya.Â
Praktik menemukan itu dilakukan Dr. Benjamin Salt dengan metode bar-bar yang tidak manusiawi seperti dilucuti sampai telanjang, diikat di meja dan diberi obat untuk melemahkan indra mereka, disiram air dingin, dihina.Â
Metode Dr. Benjamin Salt inilah yang mendapat kritik dan ditentang oleh seorang pasien dianggap tidak waras Silas Lamb, seorang yang masuk Stonehearst Asylum pada 1890 dikarenakan tindakan sadisnya sebagai dokter bedah perang yang tidak manusiawi menembak mati lima pasiennya guna menyudahi penderitaan mereka.
Walhasil, pada suatu momentum, Silas Lamb melancarkan rencana penggulingan rezim medis Dr. Benjamin Salt yang tidak manusiawi itu dengan mencampurkan chloral hidrat, obat bius untuk operasi bedah -- tidak berwarna, tidak berbau namun mematikan dalam dosis yang tidak tepat ke dalam minuman. Diketahui 7 orang meninggal dari kudeta senyap tersebut, 4 dokter dan 3 suster.
    Masyarakat Utopis dan Paradigma Inklusif
Penggulingan rezim Dr. Benjamin Salt dan berdirinya rezim Dr. Lamb tidak mengakhiri kegilaan penindasan manusia satu dengan manusia lainnya. Dr. Lamb hanya bersimpatik dengan golongannya dengan mencoba membiarkan para pasien bergaul dengan sesamanya.untuk terapi agar isa bergaul dengan masyarakat beradab dan masyarakat beradab agar bisa bergaul dengan sesamanya.Â
Para kawannya yang dianggap gila itu juga sebagian dilatih Dr. Lamb menjalankan peran rezim terdahulu. Seperti Milie yang menggantikan peran Suster Pike, Mickey Finn yang menggantikan peran penjaga William Paxton, dll.
Menurut pandangan utopisnya Dr. Lamb mengutarakan (durasi 41:20), "Keep a man in a cage and he'll behave like an animal. Give him his freedom and he'll remember his humanity". Mengurung orang dalam kurungan dan dia akan berperilaku seperti hewan. Berikan dia kebebasan dan dia akan ingat kemanusiaannya.
Lantas bagaimana pandangan Dr. Lamb terhadap para pelaku kejahatan yang melakukan kejahatan secara gila? Apakah mereka dibiarkan bebas begitu saja tanpa mendapat kurungan penjara sehingga dengan sendirinya ia menyadari kemanusiaannya?Â
Mendengar pertanyaan kritis Dr. Newgate ini, Dr. Lamb merespon, perilaku mereka yang mendapatkan kepuasan dalam kehinaan orang lain dan orang-orang pengecut yang mengirim anak muda ke kematian mereka dalam pertempuran mereka yang mereka sendiri hindari adalah tindakan sadis.Â
Bagi Dr. Lamb, untuk kasus selain itu ia meyakini semua orang dapat direhabilitasi dan martabat mereka dapat dipulihkan dengan tindakan kecil seperti yang telah dilakukannya.
Melalui penokohan lainnya, seperti Suster Pike dan mahasiswa anonim yang menyamar sebagai Dr. Edward Newgate, sutradara Brad Anderson menawarkan pandangan yang lebih inklusif daripada pandangan tokoh Dr. lamb yang sejatinya dengan tega melakukan metode kekerasan menyetrum kepala Dr. Benjamin Salt demi kepuasan membalas metode bar-banya.Â
Menurut Ny. Pike, Silas Lamb merupakan pasien malang korban perang yang frustasi dan harus disembuhkan bukan dikalahkan, dirawat dengan cinta kasih yang tepat. Sedangkan Dr. Newgate palsu memiliki obsesi untuk membebaskan Eliza Graves dari RSJ dan mentalitasnya sebagai orang asing.Â
Sambil menunjukkan luka cambukan, ia menyakinkan, "aku tahu apa itu kekejaman. aku berjanji kau tidak akan menderita seperti dulu lagi. Karena memikirkanmu terkunci di RSJ ini adalah kekejian bagi keyakinanku, sebagai dokter dan sebagai manusia" (durasi 48:24).Â
Bahkan penonton disuguhkan beberapa pendekatan medis yang dilakukan Dr. Newgate secara lebih manusiawi seperti saat menggantikan baju Arthur tanpa obat penenang, berhasil membujuk makan perempuan jompo yang menolak makan sejak mendengar kematian anaknya di medan perang, mengerti penyebab Silas melakukan tindakan kejahatan, hingga di akhir film aktif di RSJ Santa Cristina Asylum Tuscany, Italy.Â
Dengan menyandang nama Dr. Lamb bersama Ny. Garves ia nampaknya berhasil mengkritik tesis Dr. Newgate asli yang menyatakan tidak ada obat dan sosok yang berhasil menyembuhkan Pseudologia Fantasticanya. Ia menjawab tesis tersebut dengan metode yang cocok ia temukan lebih humanis dan inklusif bagi kelompok difabel grahita dan pengidap gangguan jiwa yakni dengan terapi musik dan pendekatan cinta.
Judul Stonehearst Asylum | Sutradara Brad Anderson | Produksi Icon Productions and Sobini Films | Penulis Joseph Gangemi | Genre Thiller, Mystery | Tahun 2014 | Durasi 113 menit | Pemain Kate Beckinsale (sebagai Eliza Graves), Jim Sturgess (sebagai mahasiswa penderita Pseudologia Fantastica yang menyamar sebagai Edward Newgate), Michael Caine (sebagai Dr. Benjamin Salt), Ben Kingsley (sebagai Dr. Silas Lamb), David Thewlis (sebagai Mickey Finn), Brendan Gleeson (sebagai Alienist / Dr. Edward Newgate (yang asli) Spesialis Gangguan Jiwa), Sophie Kennedy Clark (sebagai Millie), Sinead Cusack (sebagai Suster  Marion Pike) | Peresensi Eko Nurwahyudin, alumni Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H