Mohon tunggu...
Eko Mulyadi
Eko Mulyadi Mohon Tunggu... -

Jurnalis, sesekali menulis opini, pengajar. Tinggal di Medan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Kepencet Boni

23 November 2016   15:16 Diperbarui: 23 November 2016   15:34 1130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Boni Hargens (Foto : Tempo.co)

TERUS terang, saya malas untuk mengomentari hal-hal berbau politik dalam tulisan-tulisan saya. Terutama di ranah sebesar Kompasiana ini, juga di media sosial (medsos). Facebook dan Twitter yang aktif saya gunakan, lebih untuk sarana berinteraksi dengan teman-teman, mendapatkan atau berbagi informasi, kadang juga untuk sarana lucu-lucuan.

Bahkan kehebohan kasus dugaan penistaan Al Quran yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang di medsos menuai pro kontra, saling dukung atau serang, tak mau saya tanggapi terlalu berlebihan.

Paling jauh, memberikan tanda ‘like’ sekadar setuju dengan satu pendapat, atau sekadar menghormati teman yang sudah capek-capek bikin status. :D

Di dunia nyata pun, saya mau terbuka membicarakan masalah itu hanya dengan teman yang seprinsip. Kalau dengan yang beda pendapat, lebih baik diam mendengarkan, atau kalau harus menanggapi cukup dengan kalimat-kalimat normatif. Daripada saling tegang urat yang bisa-bisa menimbulkan salah paham berujung perselisihan.

Tapi seharian kemarin, perasaan saya kok jadi terusik. Kalau akhirnya sekarang terpaksa masuk wilayah politik, saya anggap ini tanggungjawab sosial sebagai manusia dan sebagai warga negara. Tanpa bermaksud berpolemik dan tak mau pula ada perdebatan. Peace!!

Hal yang menggerakkan nurani saya adalah heboh soal unggahan foto pernikahan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin di Twitter, oleh pengamat politik Boni Hargens, yang kemarin ramai menuai kecaman massa.

Sebagaimana sudah diketahui banyak netizen, pada foto yang diunggahnya Selasa (22/11/2016) itu juga terdapat tulisan, "Kami ucapkan selamat kepada Bapak Wakil Ketua MUI Ma'ruf Amin yang berusia 73 tahun. Hari ini menikahi wanita cantik Wury Estu Handayani, yang berusia 30 tahunan semoga kedua mempelai berbahagia dan langgeng sampai akhir hayat. Amin Yra."

Sekilas memang tak ada yang salah dengan postingan tersebut, sekadar memberikan ucapan selamat. Tapi tk salah pula kalau banyak pihak akhirnya mengartikan lain, ada nada sinisme, mengejek atau bermaksud menjatuhkan.

Indikasi pertama, pernihakan itu sudah dilangsungkan tahun 2014, kenapa ucapan selamat baru disampaikan sekarang. Kedua, penekanan usia kedua mempelai, tak lazim dilakukan ketika memberi ucapan selamat menikah. Ketiga, status orang yang memosting, Boni Hargens, diketahui loyalis Joko Widodo dan juga Ahok, selama ini sering melontarkan komen-komen pedas dan miring kepada pihak-pihak yang berseberangan dengan kedua tokoh tersebut.

Belakangan Boni sering mengecam pihak-pihak yang melakukan aksi demo bela Islam 4 November lalu. Kita tahu, MUI mengeluarkan fatwa pelecehan Al Quran yang dituduhkan kepada Ahok, yang ikut mendasari dilakukannya demo tersebut.

Sebelum heboh cuitan Boni tadi, saya pribadi tak tahu-menahu ikhwal penihakan Kyiai Ma’ruf, apalagi soal usia pasangannya yang ‘baru’ 30-an tahun. Namun menanggapi masalah ini, saya sangat setuju dengan komentar aktivis Jaringan Islam Liberal yang juga Pengurus Cabang Istimewa NU di Amerika, Akhmad Sahal, seperti dilansir Republika dia menyayangkan beredarnya foto tersebut. Disebutnya, Boni berusaha menyerang ranah pribadi untuk tujuan politik.

Dalam hal ini, tanpa perlu membuka dalil-dalil, kalaulah soal pernikahan Kyiai Ma’ruf yang sudah sepuh dengan wanita muda hendak dipersoalkan, maka Boni salah besar.

Terus terang, sampai saat saya menulis ini saya tak tahu agama atau keyakinan Boni Hargens apa, dan saya pun tak mau peduli. Hanya saja saya sebagai umat Islam, walau awam ilmu agama yakin betul kalau pernikahan sudah dilakukan sesuai ketentuan agama, maka dianya sah, halal! Tak peduli itu kakek-kakek menikahi anak gadis, mau yang menikah ulama, ustadz, ketua MUI, atau kalaupun ulama atau ustadz itu berpoligami, asal dilakukan di jalan Allah maka tidak ada yang perlu dimasalahkan.

Kalaupun akhirnya Boni menghapus foto tersebut dan melalui status di Twitter-nya meminta maaf serta menjelaskan alasan ia mengunggah foto tersebut hanyalah karena salah teknis, sulit juga memercayai ‘excuse’ tersebut. Katanya, foto itu masuk ke HP dia dari WhatApps yang dikirim orang bernama Bithor, lalu kepencet 'share' saat mau di-save. (??)

Kalau mengutip ungkapan seorang teman; “Hari genee salah pencet...anak kecil juga gak percaya...!”

Tapi sudahlah, toh kabarnya Boni hendak langsung menjelaskan masalah itu dan meminta maaf ke Kyiai Ma’ruf, dan yakinlah Kyiai Ma’ruf sebagai umat muslim apalagi ulama terkemuka akan mau memaafkan Boni. Jadi clear, masalah Boni dengan Kyiai Ma’ruf selesai!

Yang belum selesai menurut saya, persoalan di pundak  Presiden Jokowi, dengan kasus Boni bisa jadi malah bertambah. Lho, kok Jokowi lagi yang dibawa-bawa?

Begini. Kita maklum Boni sekarang adalah ‘orang Jokowi’. Setidaknya di era Jokowi sekarang pengamat politik dari Universitas Indonesia ini mendapat ‘jatah’ pekerjaan sebagai Dewan Pengawas Lembaga Kantor Berita Nasional Antara.

Nah, dia sebagai orang dalam lingkaran pemerintahan, dengan membuat blunder seperti ini sedikit banyak kecaman juga akan mengarah kepada Jokowi. Karena di ranah massa, kasus Boni ini pasti tidak akan terhenti begitu saja sampai permohonan maafnya ke Kyiai Ma’ruf.    

Yang ingin saya sampaikan di sini, saya kasihan pada Jokowi, padahal Beliau sudah capek-capek meredam pertentangan antarkelompok belakangan ini, terutama yang menyangkut SARA.

Capeknya Jokowi melakukan roadshow ke sejumlah tokoh politik, ormas serta ulama – termasuk ke MUI - untuk mendinginkan suasana panas di republik ini patut diapresiasi. Paling tidak kepada rakyat Jokowi menunjukkan ada hubungan yang baik serta sinergitas antara pemerintah dengan ulama dalam menyikapi persoalan bangsa.

Kalau sudah begini, hendaknya anak buah Jokowi paham, harus bisa mengerem ‘syahwat’ untuk menjatuhkan lawan politik atau kelompok lain yang beda kepentingan dengan ejekan apalagi makian. Tidak mengeluarkan pernyataan atau komentar-komentar kontraproduktif sehingga hanya makin menambah capek Jokowi.

Kita harap, tidak ada ‘Boni-Boni lain’ di lingkaran Jokowi. Bagusnya ikut membantu si bos mendinginkan suasana, diwujudkan melalui karya sesuai tugas di institusi masing-masing, seperti slogan Kerja...Kerja...Kerja....!  Ya kan Bung Boni?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun