Mohon tunggu...
Generus LDII
Generus LDII Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger Pemula
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya adalah blogger pemula

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penguatan Ideologi Pancasila

6 Agustus 2020   12:43 Diperbarui: 6 Agustus 2020   12:35 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemerdekaan Indonesia lahir bukan saja melalui proses olah fisik yang heroik. Terapi melalui proses olah batin dan akal sehat yang mendalam tentang kebangsaan Indonesia yang menyatu dengan tradisi luhur bangsa. Kesemuanya tidak hanya digali dari sumber keagungan dan kemurnian terdalam dan mengalir dalam tradisi anak negeri dan mengendap sebagai mutiara kebijakan dan keluhuran, tetapi juga diformulasikan secara genius dan elegan oleh Bung Karno menjadi Pancasila yang digali dari bumi Indonesia sendiri.

Kekekalan rumusan Pancasila menjadi bukti bahwa para Bapak Bangsa mememiliki kebeningan nurani dan mata hati dalam memproyeksikan bangunan politik ideal Indonesia kedepan, yakni Indonesia Raya. Sayangnya, penghormatan terhadap pancasila justru menempatkannya sebatas teks sakral yang kosong, seolah-olah dalam situasi vakum ideologi.

Ketika para pendiri bangsa menyusun Pancasila. Filsafat bangsa ini diserap dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, yang diakui kebenarannya secara universal. Ia adalah rekam jejak kebijakan lokal, yang telah hidup sejak abad pertengahan. Tantangannya, generasi muda kini tak mengenal Pancasila akibat reformasi meninggalkan Pancasila di ruang yang gelap. Terabaikan. Lantas, di saat bangsa Indonesia melaju tanpa jati diri dalam politik global, sudah saatnya generasi muda mengenali sekaligus menjalankannya.

Untuk itu, 1 Juni yang merupakan hari lahir Pancasila menjadi momentum membangkitkan ingatan kolektif bangsa, bahwa Pancasila merupakan kekuatan bangsa Indonesia untuk meraih kembali cita-citanya: mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Bukan persoalan mudah mengembalikan bangsa ini menjalankan kembali Pancasila. Tekanan global, ketidakberanian, dan kepentingan pribadi dan golongan seperti melupakan elit politik dari tujuan bangsa. Pancasila sebagai pedoman bangsa diabaikan oleh para elit politik. Dan para pemuda menganggap Pancasila hanyalah hiasan dinding sekolah.

Tak ada yang berubah dari Pancasila ketika reformasi bergulir, baik dalam konteks ketatanegaraan, kebangsaan, kemasyarakatan, maupun akademik. Sejak pemerintahan BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono,  dan kini Joko Widodo, Pancasila tetap menjadi dasar dan ideologi negara, meskipun sebatas pernyataan konstitusi.

Karena Pancasila ada dalam konstitusi (UUD 1945), maka berdasarkan stufenbau der rechtstheorie (teori pertingkatan hukum) Hans Kelsen, Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar). Grundnorm adalah kaidah tertinggi, fundamental, dan menjadi inti (kern) setiap tatanan hukum dan negara. Grundnorm, disebut juga staas grundnorm, berada di atas Undang-Undang Dasar.

Dalam ajaran mazhab sejarah hukum yang dipelopori Friedrich Carl von Savigny dan bertitik tolak pada volksgeist (jiwa bangsa), Pancasila dapat digolongkan sebagai volksgeist bangsa Indonesia. Meskipun demikian, muncul fenomena di berbagai lapisan masyarakat yang hampir tidak pernah lagi mengutip Pancasila dalam pandangannya. Pancasila seperti tenggelam, tidak perlu dimunculkan lagi di ruang publik.

Pancasila pun terpinggirkan dan terasing dari dinamika kehidupan bangsa. Dasar negara ini seperti tidak dibutuhkan, baik dalam kehidupan formal-kenegaraan maupun masyarakat sehari-hari. Di ruang sepi, Pancasila tak ditinggalkan sepenuhnya. Ada keinginan sebagian masyarakat untuk merevitalisasi eksistensi Pancasila, tetapi belum mengerucut jadi gerakan.

Dalam sejarah ketatanegaraan, revitalisasi Pancasila sebenarnya pernah berlangsung. Gelombang pertama ketika Pancasila lahir saat Soekarno berpidato di depan BPUPKI, 1 Juni 1945. Gelombang kedua, ketika Konstituante, pasca- Pemilu 1955, memperdebatkan apakah Pancasila dipertahankan sebagai dasar negara atau diganti ideologi lain.

Keberhasilan menempatkan kembali Pancasila sangat tergantung pada keteladanan para elite politik dalam menegakkan nilai-nilai Pancasila. Ini berarti lahirnya jiwa negarawan yang memahami tanda-tanda zaman sehingga dapat membawa bangsa melewati masa-masa sulit. Keadaan saat ini jauh dari panggang dengan api, dengan cita-cita para pendiri bangsa mengenai Pancasila.

Sebuah cacatan kecil Bung Hatta, menuliskan begini: "Pancasila adalah pedoman dalam menuju Indonesia yang berdaulat, bahagia, sejahtera, dan damai. Apa kebahagiaan? Apabila rakyat merasa hidupnya berbahagia. Cukup makan, pakaian, tempat tinggal (rumah) memuaskan, kesehatan terpelihara, anak-anak dapat disekolahkan, ada perasaan hari kemudian terpelihara."

Kalimat-kalimat itu adalah materi kuliah Mohammad Hatta tahun 1958-1959. Salah satu pendiri bangsa dan proklamator kemerdekaan Indonesia yang terlibat aktif dalam penyusunan UUD 1945 itu melanjutkan. "Sekalipun merasakan kekurangan kemakmuran-kemakmuran yang tak pernah tercapai-orang merasa hidupnya terpelihara, keperluan yang terpenting dapat dipuaskan".

Penguatan Ideologi Pancasiala Pancasila merupakan suatu kemestian, betapapun hal itu merupakan pekerjaan yang sulit di suatu negeri yang dirundung banyak masalah. Namun, dengan semangat gotong royong yang menjadi nilai inti Pancasila, kesulitan bisa ditanggung bersama. Dalam membangkitkan semangat itu, diperlukan kepemimpinan yang dapat memulihkan kembali kepercayaan warga kepada diri dan sesamanya. Kekuasaan digunakan untuk menguatkan solidaritas nasional dengan member inspirasi kepada warga untuk mencapai kemuliaannya dengan membuka diri penuh cinta kepada yang lain.

Bangsa ini harus menjaga kesetiaan pada cita-cita pendiri bangsa. Salah satu caranya, dengan menyimak pemikiran orang-orang yang memang memiliki pandangan kebangsaan dan keindonesiaan yang kuat. Untuk mengedepankan, keinginan kalangan pemimpin Negara untuk merevitalisasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan berbangsa adalah suatu keniscayaan. Selamat Hari Lahir Pancasila.****

Penulis : 

Ari Sriyanto, M.Pd.

Ketua DPW LDII Prov. Bangka Belitung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun