Pernah mengalami?
Suatu saat ada seorang temanmu yang menawarkan diri untuk ikut menjual sambal terasi yang kamu jual. Setelah terjadi pembicaraan, kamu kirim deh foto, harga jual dan harga reseller. Lalu, temanmu pun membeli sambal terasi produksimu untuk dijadikan sampel.
Tak berapa lama, temanmu mengabarkan, bahwa disekitar dia ternyata ada yang menjual sambal terasi dengan harga yang lebih murah, tapi beda dapur produksi. Temanmu mengabarkan dengan ragu-ragu bahwa kuatir sambal terasimu kalah laku karena lebih mahal, walaupun tidak secara langsung diungkapkan.
Kira-kira, apa yang kamu lakukan?
Guys, perbedaan harga itu hal yang wajar. Sangat mungkin terjadi. Ditambah kondisi pandemi saat ini yang mengharuskan kita kreatif (karena kepepet), ubet dan ulet. dimana uang 1000 rupiah pun terasa sangat berharga.
Banyak faktor yang menentukan biaya produksi
Pada Sebuah produk, dalam menentukan harga, banyak faktor yang menjadi pembeda. Kita ambil contoh sambel terasi diatas. Bahan dasarnya cabai, garam, bawang putih dan merah dan masih banyak lagi. Dan tentunya terasi.
Dari satu bahan dasar saja kita tahu sudah ada perbedaan harganya. Kita ambil contoh cabainya. Cabai itu produksi daerah mana? Dibelinya dimana? Waktu beli, banyak atau sedikit? harganya berapa? Kondisi saat beli masih bagus atau tidak? Dan pertanyaan-pertanyaan lain. Itu menjadi penentu harga jual produk. Dan itu baru dari 1 bahan saja. Bisa anda bayangkan, berapa banyak bahan dasar yang dipakai dan yang harus dihitung? Sudah selesai? Belum. Setelah itu pun anda masih harus menghitung ongkos tenaga, pengemasan, biaya transportasi, biaya promosi dan masih banyak lagi.
Proses berbeda, hasilnya pun berbeda
Setelah semua proses itu, kita mendapatkan hasil produksi yang menurut kita sudah layak jual dengan harga yang kita banderol. Selesai? Belumlaaah. Itu baru tahap awal saja. Perjuangan sebenarnya dimulai disini. Menawarkan sambal terasi yang setiap orang mampu membuat. Bahkan ada pabrikan besar yang juga memproduksi. Belum lagi produsen skala rumahan seperti kita yang juga menjual.
Bersiaplah menerima perlakuan pasar. Mereka hanya peduli “harga murah”. pembeli tidak mau tahu hal tetek bengek ribetnya produksi kita, berapa modal kita yang sudah diinvestasikan. Belum lagi Para pesaing dengan produk yang sama ternyata lebih murah. Lalu, para calon konsumen yang nyinyir saat kita tawari, malah ngomong “tempat si A lebih murah tuh”, padahal kita tahu hasil produksi kita lebih bagus dari tempat si A, dan lain sebagainya. Dan, semua itu, akan membuat kita bimbang. Dalam hati berbisik,
”maju terus enggak ya?”
“Apa perlu turunkan harga?”
“Gimana caranya biar sambel terasiku laku?”
“Padahal produkku bagus, yang sudah nyobain juga bilang enak, tapi kok penjualan ga bagus ya?”
“Yang lebih murah itu ga tahan lama, tempat saya lebih tahan lama walaupun tanpa pengawet”
“Proses produksiku lebih panjang dengan hasil yang lebih baik”
Dan banyak lagi yang membuat kita “gojak-gajek” alias bimbang.
Maju terus, tetap semangat
Banggalah dengan hasil produksi kita. Banggalah saat menawarkan produk kita sendiri. Banggalah kalau itu hasil kreasi kita. Informasikan yang lengkap tentang keunggulan produk kita. Siapkan sampel produk. Biarkan konsumen mencoba. Terimalah apa yang pasar katakan. Ambil positifnya. Jangan hiraukan negatifnya. Jadikan sebuah pelajaran untuk berinovasi pada produk kita. Berinovasi cara berpromosi kita.