Mohon tunggu...
Eko Juliano
Eko Juliano Mohon Tunggu... -

Semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mendefinisikan Demokasi a la Indonesia

5 Desember 2010   07:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:00 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gonjang-ganjing perkara keistimewaan Yogyakarta telah membuat saya bertanya akan suatu hal yang sangat mendasar: mengapa pemerintah (SBY, dalam hal ini) berkeinginan untuk menyeragamkan pola demokrasi di Indonesia. Saya pun ingin tahu, yang dimaksud "democratic values" itu apa? Apakah pemilihan kepala daerah menjadi satu-satunya ukuran agar Indonesia bisa dianggap sebagai negara demokratis? Lalu, demokrasi itu sendiri mau kita letakkan sebagai SARANA atau TUJUAN dalam bernegara?

Pertanyaan itu pantas mengemuka, karena fakta yang terjadi seputar pemilihan kepala daerah secara langsung tidaklah selalu berujung pada cerita manis. Coba tengok, berapa kasus pilkada yang akhirnya hanya berakhir pada kerusuhan? Berapa juga biaya yang musti dikeluarkan untuk setiap calon? Lalu, apakah "demokrasi" ini telah membawa bangsa ini ke level yang lebih baik? Siapa yang bisa menjamin kalau produk pilkada dan pilihan legislatif langsung itu lebih baik?

Kembali ke Jogja. Kalau rakyat jogja akhirnya bersuara kompak, kalau Sultanlah yang layak menjadi gubernur, apakah ini juga bukan demokrasi? Vox populi vos Dei? Suara rakyat, suara Tuhan, katanya...Bukankah suara merekalah yang harus kita dengarkan? Biarlah rakyat Jogja yang menentukan! Biarlah Jogja menjadi dirinya sendiri, di tengah arus utama "demokrasi a la barat" yang di usung oleh pemerintah saat ini.

Biarlah Indonesia menemukan demokrasinya sendiri, yang tidak persis dengan demokrasi barat, yang telah terbukti boros dan tidak menjamin terpilihnya pejabat publik yang akuntabel. Anda telah melihat sendiri, kan, polah tingkah anggota DPR/D dan kepala daerah. Berapa di antara mereka yang membuat Anda mengangkat jempol? bukan membalikkan jempol?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun