Mohon tunggu...
Eko Wahyudi
Eko Wahyudi Mohon Tunggu... -

anak lereng gunung, kesehariannya "momong" anak-anak tetangga, yang ingin berbagi, belajar dan mencari pengalaman sebanyak-banyaknya

Selanjutnya

Tutup

Nature

BBM Naik? No Problem

27 Maret 2012   13:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:24 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari terakhir masyarakat Indonesia sedang harap – harap cemas akan kenaikan BBM per 1 April 2012 nanti. Bukan tidak beralasan mereka cemas dengan adanya rencana pemerintah menaikkan BBM tersebut. Karena hampir dipastikan selepas BBM naik akan diikuti kenaikan harga – harga di semua sektor. Baik yang langsung berhubungan dengan BBM itu sendiri seperti transportasi, maupun yang terkena imbas kenaikan tersebut. Walaupun secara hitungan sederhana “hanya” akan naik Rp. 2.000,- / liter, namun dampaknya akan sangat terasa sekali. Sehingga tidak mengherankan apabila banyak sekali dari elemen masyarakat yang melakukan demonstrasi besar – besaran guna menolak rencana kenaikan BBM tersebut. Namun tidak demikian dengan Budi Sunarto. Dalam menyikapi rencana kenaikan BBM ini, dia juga melakukan “demonstrasi”. Tetapi demo yang ia lakukan sama sekali tidak menakutkan, apalagi sampai anarkis. Ya, ia melakukan demo penggunakan gas LPG sebagai bahan bakar motornya.

Menurut beliau, bahan bagar gas masih relatif lebih murah dari pada bahan bakar minyak. Hasil “demo” yang ia lakukan ternyata 1 kg gas elpiji bisa untuk menempuh jarak hingga 200 km. Bila dibandingkan dengan bahan bakar minyak dalam hal ini jenis premium ternyata memang jauh lebih hemat. Sebagai contoh harga 3 kg gas elpiji dipasaran rata – rata Rp. 15.000,-. Kalau 1 kg berarti hanya Rp. 5.000,-. Sedangkan 1 liter premium harga sekarang Rp. 4.500,-  dan rata – rata hanya mampu diajak jalan sekitar 50 km. Kalau seseorang mengendarai motor sejauh 200 km menggunakan bahan bakar premium, maka ia harus merogoh kocek sebesar Rp. 22.000,-. Sedangkan dengan menggunakan gas elpiji hanya menghabiskan Rp. 5.000,- saja, berarti dengan gas elpiji bisa menghemat Rp. 17.000,-. Apalagi kalau nanti BBM benar – benar naik, bisa dihitung berapa penghematan yang akan di dapat. Permasalahannya tidak semua orang mau sedikit bersusah payah memodifikasi motornya agar bisa menggunakan gas elpiji ini.

Lain lagi dengan yang dialami paman saya yang 4 tahun terakhir sudah menggunakan biogas sebagai bahan bakar memasak di rumahnya. Biogas adalah gas hasil olahan limbah kotoran sapi. Awalnya paman saya memelihara tujuh ekor sapi pedaging. Dari hasil kunjungan studi banding paman saya berinisiatif untuk membuat pengolahan limbah kotoran sapi. Memang biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat instalasi pengolah limbah ini cukup mahal pada waktu itu, sekitar 13 jutaan. Namun setelah alat itu berfungsi maka hasil yang bisa dinikmati cukup memuaskan. Sejak saat itu keluarga paman saya tidak lagi tergantung sepenuhnya menggunakan gas elpiji dari pemerintah. Sebagai gambaran, sebelum menggunakan biogas paman saya menggunakan gas elpiji 12 kg. Rata – rata setiap 20 hari harus mengisi ulang gas elpiji tersebut. Tetapi setelah mengunakan biogas, paman saya cukup tiga bulan sekali isi ulang tabung gas 12 kg. Karena memang tidak sepenuhnya menggunakan biogas dengan berbagai alasan. Namun sayang, sampai saat ini paman saya belum mencoba mengkonfersi biogas ini untuk bahan bagar kendaraan bermotor. Tetapi setidaknya sudah tidak begitu tergantung dengan bahan bagar dari pemerintah khususnya gas elpiji.

Dari dua ilustrasi tersebut sebenarnya potensi sumber bahan bakar selain bahan tambang yang ada di Indonesia masih sangat terbuka, hanya saja belum dioptimalkan pemanfaatannya. Seandainya pemerintah menggalakkan penggunaan bahan bakar non tambang secara sungguh - sungguh dengan memfasilitasi berupa pelatihan-pelatihan atau dimasukkan dalam kurikulum pendidikan, maka tidak ada lagi keresahan dan demo besar – besaran bila akan ada kenaikan harga BBM. Dan seharusnya pemerintah selalu memberikan edukasi kepada rakyat bahwa lambat atau cepat bahan bakar minyak dari hasil tambang ini akan habis. Di sisi lain pemerintah juga kurang transparan dengan kondisi keadaan BBM itu sendiri. Sedangkan yang mengetahui kondisi yang sebenarnya hanya segelintir orang saja, sehingga tidak mengherankan bila pada saat kenaikan BBM selalu disambut dengan demo besar – besaran terlepas dari berbagai kepentingan yang mengikutinya. Akhirnya, bila kebanyakan rakyat Indonesia mau mengikuti jejak Budi Sunarto atau paman saya atau siapa saja yang sudah berhasil memanfaatkan limbah menjadi bahan bakar, maka ketika pemerintah menaikkan harga BBM mereka akan berucap..NO PROBLEM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun