Tawa Nisa berderai. Arman...Arman, Bagaimana mungkin kamu tiba-tiba ingat aku. Bukannya kamu sudah kecantol sama cewek kota? Siapa namanya? Ada nggak fotonya? Cantik mana dengan aku, hah?
Aku semakin salah tingkah melihat kelakuan Nisa. Tidak ada yang berubah pada dirinya. Ceplas-ceplos. Satu sifat yang aku suka. Dahulu dan juga saat ini.
Aku? Ee...aku, aku belum punya siapa-siapa, manis. Nggak percaya? Lihat saja dompetku ....
Masak sih? Ah, nggak percaya, selama ini...?
Nisa........
Arman.....
Kami pun saling memandang. Mencoba menemukan kejujuran masing-masing di sana. Ku tahu, mata indah di hadapanku tak berbohong. Dia masih sendiri. Menungguku. Aku yakin, Nisa juga akan menemukan hal yang sama di mataku. Tatapan itu pun semakin dekat. Lalu tatapan itu pun luruh dan menghilang bersamaan dengan keinginanku untuk memeluknya...
Nisa? Nisaaaaa............
Hanya aku di gubuk itu. Sendiri. Tanpa Nisa. Hanya suara desah angin gunung membelah pesawahan.
Ternyata semua tadi hanya lamunanku. Lamunan pada gadis di masa lalu.
Nisa, dimanakah kamu?
Pare-pare, 24 Oktober 2012