“Dear diary,
Hari ini aku bahagia karena hati ku mulai bisa merasakan bebas dari tekanan yang diberikan oleh teman-teman dikelas yang selalu menghina dan memandang aku sebelah mata.
Tp bukan hanya itu, sebenarnya sih aku bahagia karena Hary teman sekelasku memberikan aku kejutan dan perhatiannya selalu bertambah dan selalu ada untuk ku. Yaaa, walau aku sudah mempunyai pacar tapi Hary lah pria terbaik yang pernah ada dihidupku.
Aku selalu berdoa semoga dia pun merasakan hal yang sama seperti yang ku rasakan. Amin.”
Nama ku Hary, itu adalah salah satu catatan harian Fatra yang ditulis di Diarynya. Ya, Fatra. Fatra adalah sahabat, teman cerita sekaligus wanita terbaik selama hidupku sepanjang hidupnya.
Sejak SD Fatra memang mempunyai segudang prestasi, dan yang paling menonjol adalah bela diri Karate.
Mungkin karena itulah saat kelas 1 SMA dia selalu ada saja masalahnya dengan teman sekelas. Pernah suatu hari Fatra dengan Ical ribut hanya karena Hal kecil.
Awalnya Fatra yang sedikit menyinggung hati Ical. “Eeeh, Cal. Loe ngapain disitu sendirian? Pake Acara nangis segala.” “Loe apaan sih, gak tau apa gw lagi sedih!”
Fatra pun menyindirnya dengan wajah sedikit asam “Halah, cowo sih nangis! Banci loe!” Dengan geram pun Ical berdiri “Terus mau loe apa?! Mau ribut sama gw?!”
“Ayooooooo!! Emang loe kira gw takut!” Dengan nada lantang dan tanpa takut Fatra pun berdiri. Akhirnya mereka pun saling adu mulut dengan nada yang sama lantangnya dan tak ketinggalan Fatra pun mengangkat bangku dan seakan siap untuk melempar ke Ical. (Gw dimana saat itu?) Ya gw saat itu belum deket sama dy, dan gw cuman bilang “Fatra, tolong turunin dong tu bangku. Mau gw pake duduk.” Dan suasana pun menjadi hening sejenak. Dan sejak saat itulah aku tertarik olehnya.
Tapi itulah Fatra, dia memang garang. Tapi dibalik kegarangnya itu dia tetaplah wanita yang ingin dimengerti dan berhati sutra.
Tak terasa sudah mendekati UAN dan tinggal 4bulan lagi. Maka kami pun rutin melakukan pemantapan materi. Karena terlalu padatnya jadwal kursus dan pemantapan dari sekolah kondisi Fatra pun semakin menurun, dan tidak hanya itu. Dia pun sedang ada masalah dirumahnya. Dia bercerita bahwa ibunya begitu keras perlakuannya terhadap dirinya. Dan dia pun mulai muak dengan perlakuan teman-teman dikelas yang selalu mengucilkannya dan menghinanya. Bahkan teman sebangkunya pun hanya baik didepannya tapi menikam dari belakang. Aku pun berusaha menenangkannya sampai dia menangis dibahu ku dan rapatkan tubuh ku sampai memeluknya untuk membuatnya nyaman.
Dengan tekanan dari imbas menjelang UAN dan beban mental yang begitu berat membuat kondisi Fatra pun semakin menurun. Sampai saat perjalanan pulang dia pun batuk-batuk dengan ditutup tissue. Sekilas aku lihat bercak merah darah ditissue itu. Aku pun bertanya “Kamu baik-baik aja?” “Iya aku baik-baik aja.” “Itu tadi darahkan? Sejak kapan kamu sakit? Kamu sakit apa?” ”Uda gak apa-apa. Kata dokter sih aku cuman leukimia.” Mendengar kata-kata itu pun aku tertegun. Begitu kuatnya dia menerima beban semua ini.
Dan sejak saat itu aku pun selalu berusaha ada untuknya. Ya walau dia sudah memiliki pacar, tapi pacarnya tidak tau apa yang Fatra alami.
Sampai pengumuman hasil UAN pun tiba, aku menanti-nanti sejak lama. Setelah diumumkan ternyata sekolah kami lulus 100%. Aku sangat senang. Dan sesudah aku dan teman-teman tampil dengan lagu saat perpisahan. Aku menghampiri Fatra, awalnya aku ingin mengutarakan isi hati ku selama ini. Namun saat kupegang tangannya terasa begitu dingin dan senyumannya pun sedikit memucat. “Fatra, aku mau ngomong sama kamu.” “Iya, ngomong aja.” Dengan senyum yang susah-susah dia lakukan. “Sebenernya, aku .....“ Bruuk. Tiba-tiba Fatra pun terjatuh, aku pun berteriak sekuat mungkin untuk meminta pertolongan.
Fatra pun dibawa kerumah sakit. Setelah beberapa saat dia pun tersadar dan memanggil nama ku. “Hary, kamu dimana?” ”Aku disini.” Dengan menggenggam tangannya yang seputih dan sedingin salju. “Makasih, selama ini kamu selalu ada buat aku. Sampai detik terakhir.” ”Fatra! Kamu gak boleh bilang gitu. Kamu pasti bisa kuat, kamu pasti bisa hidup lebih lama dengan ku.” Air mata ku pun berlinang. “Hary, aku uda gak kuat. Aku uda gak sanggup. Aku sudah cukup bahagia hidup bersama mu walau hanya sesaat.” Aku pun semakin menggenggam dengan erat. “Akuuu sayaaang kamuu Hary.” Dengan susah payah ia mengucapkan kata-kata terakhirnya dan genggaman tangannya pun melemas. “Fatraaaaa.....!” Tak kuasa ku menahan air mata dan ku peluk dia dengan erat. Keluarganya pun menangis. Dan ibu pun berusaha menenangkan diri ku. Namun ku tak kuasa.
Sampai dia dimakamkan di bilangan Jakarta Barat pun aku masih belum bisa menerima, aku merasa ingin terbangun dari mimpi buruk ini.
Lalu ibunya pun memberikan ku diary miliknya. Dan ternyata dia pun sudah lama mencintai ku, namun dia pun menunggu aku sampai akhir hayatnya.
Selamat jalan Fatra, aku akan selalu mencintaimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H