Mohon tunggu...
Eko Hartono
Eko Hartono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Freelance

Berbuat yang terbaik dan menjadi pribadi yang baik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Petruk Jadi Penguasa

21 April 2011   05:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:34 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Itu tidak bisa dijadikan dalih untuk menutupi kesalahan, Truk. Sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab penguasa mengelola pemerintahannya dengan baik. Selama ini rakyat melihat kamu hanya mengurusi kepentinganmu sendiri dan banyak mengambil kebijakan yang keliru. Kamu sama sekali tidak memperhatikan kebutuhan rakyatmu!" ujar Bagong tegas.

"Benar, Truk. Fakta menunjukkan banyak orang tidak menyukai kamu sebagai pemimpin. Jika memang kamu tidak becus menjadi pemimpin, lebih baik mundur saja!" sambung Gareng lugas.

Petruk tercenung sebentar. Permintaan saudara-saudaranya itu tentu saja sangat menyinggung perasaannya. Bagaimana mungkin dia mundur dari kekuasaan. Setelah dia merasakan betapa enak dan menyenangkan duduk di kursi kekuasaan, tiba-tiba disuruh mundur. Tak sudilah yauw! Semua penguasa tentu menginginkan bisa terus melanggengkan kekuasaan. Omong kosong jika ada yang bilang kenyang kekuasaan dan tak ngiler pada kekuasaan. Itu munafik namanya!

"Begini saja. Biar kalian tahu gimana susahnya mengurus pemerintahan, kalian aku beri jabatan tinggi di kerajaan Loji Tengaran. Segala fasilitas dan kebutuhan kalian akan kami penuhi. Bagaimana?" ujar Petruk memberi tawaran.

Bagong dan Gareng saling pandang. Mereka tak mengira akan mendapatkan tawaran seperti itu dari Petruk. Mereka tampak bimbang.

"Ayolah, tak usah banyak pikir. Percayalah, kalian pasti bisa!" desak Petruk terus membujuk.

Entah, karena mendapatkan desakan dari Petruk atau hati mereka sudah mulai tergoda, akhirnya mereka menerima tawaran Petruk.

Sementara itu Semar yang menunggu kabar dari Bagong dan Gareng sudah tak sabar lagi. Dia heran, kenapa kedua putranya itu tak juga pulang-pulang. Dia khawatir, jangan-jangan telah terjadi sesuatu pada mereka. Maka, berangkatlah 'Bapak Kebijaksanaan' itu ke Loji Tengaran. Sesampai di sana, betapa kaget dan kecewa hatinya mengetahui apa yang terjadi.

Bagong dan Gareng yang diberi amanat untuk menyadarkan Petruk malah berbalik arah mengikuti Petruk. Mereka rupanya telah tergiur oleh madu kekuasaan yang membutakan hati. Mereka tak sadar bila kekuasaan hakekatnya sebuah amanah dan tanggung jawab, bukan sekadar alat mereguk kesenangan dan kepentingan pribadi!

Atas nama kebenaran, Semar lalu meminta agar anak-anaknya melepas kekuasaan yang telah mereka pegang. Mereka harus sadar bahwa mereka tidak becus dan kompeten memegang kekuasaan. Tapi dasar mental mereka yang sudah kecanduan pada nikmatnya kekuasaan, mereka menolak tegas. Merasa geram, Semar terpaksa mengeluarkan jurus pamungkasnya; kentut sakti. Kentut Semar ini sanggup membuat orang pingsan!

Begitu mereka pingsan, Semar kemudian menyeret mereka ke hadapan Prabu Yudhistira untuk diadili. Petruk menghadapi serangkaian tuduhan memberatkan diantaranya; mencuri pusaka Kalimasada milik Yudhistira, menyalahgunakan kekuasaan selama menjabat raja Loji Tengaran, tindak korupsi, dan beberapa kesalahan lainnya. Petruk tak bisa menyembunyikan rasa sedih dan penyesalannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun