Mohon tunggu...
Eko Hartono
Eko Hartono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Freelance

Berbuat yang terbaik dan menjadi pribadi yang baik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Petruk Jadi Penguasa

21 April 2011   05:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:34 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen ini pernah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 10 April 2011

Kekuasaan ternyata enak dan menyenangkan. Itulah yang terbetik dalam benak Petruk saat berhasil menaklukkan kerajaan Loji Tengaran dan mengangkat dirinya sebagai raja dengan gelar Prabu Welgeduwelbeh. Semua itu terjadi setelah dirinya menggunakan pusaka Kalimasada milik Yudhistira. Tidak ada orang yang sanggup mengalahkannya. Semua orang pintar dan sakti berhasil ditaklukkan!

Sejak menduduki jabatan tertinggi di kerajaan Loji Tengaran, nasib Petruk seakan berubah seratusdelapan puluh derajat. Dari tadinya rakyat jelata dan bukan siapa-siapa menjelma jadi orang penting dan terhormat. Seperti kata pepatah; kere munggah bale. Semua orang menaruh rasa segan dan hormat padanya. Petruk pun sangat menikmati perubahan hidupnya ini.

Apa yang selama ini hanya ada dalam mimpi dan angan-angannya menjelma menjadi kenyataan. Benar apa yang dikatakan orang; menjadi penguasa itu memang enak dan menyenangkan. Mau apa-apa tinggal perintah pada bawahan. Dengan kekuasaan pula ia bisa memuaskan hasrat dan keinginannya. Mau makan enak, tidur di kasur empuk, pelesiran, atau cari hiburan dengan mudah didapatkan. Sebab, uang bukan lagi jadi masalah!

Ya. Dengan kekuasaan ia bisa menumpuk kekayaan. Kekuasaan tak ubahnya magnet yang mampu menarik apa saja. Semua orang berusaha dekat dengan kekuasaan. Mereka yang ingin urusan dan kepentingannya lancar mesti menghamba pada penguasa. Sebab, penguasa punya kekuatan untuk menentukan nasib orang. Penguasa berperan layaknya makelar; siapa mau bayar lebih dia yang dapat. Kekuasaan tak ubahnya mesin pencetak uang. Tak heran bila banyak orang berlomba-lomba meraih kursi kekuasaan!

Sudah lama Petruk merasakan hidup sebagai rakyat jelata yang miskin. Sudah kenyang ia mengecap penderitaan. Maka, kesempatan menjadi penguasa tak disia-siakan oleh Petruk. Dipenuhinya segala keinginan yang selama ini tak pernah dinikmatinya. Hura-hura dan pesta jadi menu harian Petruk. Tiada hari tanpa mereguk kesenangan duniawi sepuasnya. Tak peduli bila urusan pemerintahan berantakan dan rakyat hidup merana.

Sejak Petruk berkuasa, pemerintahan di Loji Tengaran jadi kacau balau. Korupsi merajalela, pengangguran meningkat, angka kemiskinan melonjak, dan harga kebutuhan pokok tak terkendali. Para pejabat sibuk memikirkan kepentingannya sendiri. Partai politik juga sibuk saling jegal dan sikut. Rakyat yang kemudian menjadi korban. Mereka harus merasakan penderitaan akibat ulah para elite di atas.

Carut marut di negeri Loji Tengaran sampai di telinga Semar. Orang tua Petruk itu jadi prihatin. Dia lalu mengutus Bagong dan Gareng, kedua putranya yang lain, untuk menemui Petruk. Mereka mendapat mandat untuk menyadarkan Petruk. Sebab, jika tidak ada yang mengingatkan Petruk, dia akan semakin semena-mena dan merajalela. Bagong dan Gareng segera berangkat ke Loji Tengaran.

Sesampai di istana Loji Tengaran, mereka langsung bertemu dengan Petruk. Mereka menyampaikan pesan dari Semar agar Petruk bisa bersikap adil dan lebih memperhatikan rakyatnya. Mereka mengkritik kepemimpinan Petruk yang sangat korup dan mementingkan diri sendiri. Mendapatkan kritik tajam itu hati Petruk panas juga. Mungkin sudah menjadi sifat orang yang duduk di kursi kekuasaan, alergi pada kritik dan merasa diri paling benar!

Tapi Petruk tak memperlihatkan rasa tidak sukanya secara terang-terangan. Bukan namanya pemimpin bila tidak pandai bersilat lidah dan mencari justifikasi atas kebijakannya. Dalam dunia perpolitikan ada istilah tidak ada kawan abadi melainkan kepentingan abadi. Jika ada yang menentang dan mengkritik kebijakannya, bukan jalan konfrontasi ditempuh tetapi koalisi atau musyawarah. Sebab, segala sesuatu bisa dikompromikan selama menyangkut kekuasaan.

"Kalian ini jangan cuma bisa mengkritik. Kalian mesti tahu, menjalankan pemerintahan itu tidak mudah. Coba jika kalian duduk di kekuasaan seperti aku ini, kalian pasti akan merasakan susahnya mengurus pemerintahan," kata Petruk mengeluh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun