Dalam rangka upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29, Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, maka telah ditetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan pada tanggal 26 November 2021.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RHL adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan.
Kegiatan RHL bukan sekedar urusan tanam-menanam, tetapi lebih luas dari itu yang mencakup beberapa aspek, yakni bio-fisik lahan, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Aspek-aspek tersebut merupakan hal utama yang perlu digarap.
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan RHL yang selama ini dilaksanakan, masih belum memberikan kontribusi yang efektif bagi keberhasilan program tersebut dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan program partisipasi yang dilakukan selama ini masih didasarkan pada visi pembangunan kehutanan yang berorientasi pada kemajuan fisik dan ekonomi sebagai ukuran keberhasilannya.Â
Hal ini memerlukan adanya perubahan pola pendekatan dari yang bersifat menggurui (teaching) ke pola saling belajar bersama (learning) Pola kemitraan antara masyarakat dengan para pemangku kepentingan lainnya (stakeholders). Pengalaman pelaksanaan RHL dimasa lalu yang melibatkan masyarakat juga menyadarkan kita akan lemahnya menggunakan tehnologi dalam kebersamaan dalam berkelompok.
Kegiatan RHL selama ini yang mencoba melibatkan masyarakat melalui beberapa kegiatan yang dianggap sebagai perwujudan partisipasi, namun sebenarnya merupakan partisipasi yang semu. Praktek partisipasi yang terjadi selama ini dapat dikategorikan kedalam partisipasi sebagai berikut.
1. Partisipasi pasif atau manipulatif, merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.
2. Partisipasi informatif, merupakan masyarakat hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan.
3. Partisipasi konsultatif, merupakan masyarakat hanya dimintai pendapat, tetapi pihak luar (pemerintah danstakeholders lainnya) yang mendefinisikan, menganalisis dan menentukan solusi atas permasalahan tersebut.
4. Partisipasi insentif, merupakan masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran.
5. Partisipasi fungsional, merupakan masyarakat terlibat dalam setiap tahapan kegiatan dengan mengikuti aturan dan tujuan yang telah ditetapkan oleh pihak luar (pemerintah). Keterlibatan masyarakat dalam program tersebut diarahkan untuk membantu tercapainya tujuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H