Mohon tunggu...
Eko Hadi P
Eko Hadi P Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang pelajar seumur hidup

Pembaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sok Suci!

5 Juli 2019   07:13 Diperbarui: 5 Juli 2019   07:32 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: rock-cafe.info/suggest


Saya cenderung menyebut dua kata di atas sebagai umpan balik, alih-alih umpatan. Sebagai pengingat bagi seseorang agar terjauh dari gabungan dua kata di atas. Sok suci : merasa diri suci padahal tidak suci sama sekali. Mana ada manusia di dunia ini yang suci kecuali para Nabi ?

Dua kata itu sering terlempar, secara eksplisit tulisan dan lisan, maupun implisit dalam hati dan keluar dalam bentuk lirikan mata atau senyuman kecut.

Dan itulah salah satu reaksi normal manusia dalam menerima nasihat. Nasihat itu sendiri pada hakikatnya adalah baik. Nasihat adalah kemuliaan, ia penjaga keutuhan kemanusiaan, sistem koreksi internal manusia yang sangat berbahaya bila ditinggalkan. Ia bentuk dasar kasih sayang seseorang kepada yang lain agar tatanan masyarakat sopan terjaga tak jatuh ke dalam kekacauan.


Hanya saja nasihat selalu bersinggungan dengan ego manusia. Normalnya manusia membenci kritik. Ada pernyataan ketidakberdayaan dirinya di mata manusia lain, walaupun mungkin ia memang layak dan wajib dinasihati.


Manusia yang layak menerima nasihat ada tiga :


I Orang tidak tahu yang menyadari ketidaktahuannya.


II Orang tidak tahu tapi merasa tahu ( sok tahu )


III Orang tidak tahu tapi tidak menyadari ketidaktahuannya.


Tipe pertama biasanya mudah menerima nasihat, dia sadar mesti banyak belajar.


Nah, ungkapan ( sok suci ) biasanya terlempar dari tipe kedua dan terakhir, tapi tentu tergantung pada cara penyampaian nasihatnya. Ini yang penting. Walaupun nasihat tetaplah nasihat, baik disampaikan dengan halus maupun kasar. Orang dibangunkan dari tidur bisa dengan cara dibisiki mesra, diguncang kakinya, diteriaki, atau disiram air, intinya sama : dibangunkan. Dia akan terbangun, bedanya ada yang terbangun bahagia, dongkol, pusing, bahkan malah marah-marah.


Maka cara penyajian adalah elemen penting dari nasihat. Bagaimana supaya enak diterima orang, tidak kecut, tidak bikin marah atau bahkan bikin orang lari terbirit-birit sambil pegang sandal.


Fitrah manusia menyukai kelembutan dalam segala hal, terlebih dalam nasihat. Seperti ungkapan bahasa Arab, saat kelembutan menghiasi sesuatu ia akan memperindahnya.


Bila dalam kelembutan itu nasihat masih saja ditolak dan dibenci, bisa jadi jiwa orang tersebut memang benar-benar sedang sakit, seperti halnya tubuh yang sedang sakit tak mampu menerima makanan selezat apapun.


Manusia sejahat apapun masih ada bagian dalam dirinya yang bisa diperbaiki, ada kebaikan disitu karena memang demikianlah Tuhan ciptakan. Ruangan kosong itu yang perlu diketuk perlahan dengan hikmah dan kelembutan.


Namun saat nasihat disajikan dengan keras, elemen pertahanan dirilah yang akan bereaksi, tamparan mentah atas harga dirinya. Apalagi bila disertai dengan cercaan, ejekan, dipertontonkan di muka umum, menjelekkan di mimbar bebas, maka nasihat berubah menjadi penghakiman.


Saat itulah reaksi pun bangkit, berontak, keluar menyeruak dan mengumpat : Sok suci

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun