Mohon tunggu...
Eko Fangohoy
Eko Fangohoy Mohon Tunggu... Editor - Belajar filsafat di UGM, Yogyakarta. Suka membaca, menulis, menyunting naskah, bikin meme, dan, dulu (waktu aplikasinya masih populer), suka mengotak-atik actionscript animasi flash...

Belajar filsafat di UGM, Yogyakarta. Suka membaca, menulis, menyunting naskah, bikin meme, dan, dulu (waktu aplikasinya masih populer), suka mengotak-atik actionscript animasi flash...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Titip Pesan untuk DKI-1 Pilihan Kita Semua

25 Juni 2012   05:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:34 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1340615912687001636

[caption id="attachment_196973" align="aligncenter" width="620" caption="Kertas suara untuk pilkada DKI 2012 (Sumber: Kompas.Com/Wisnu Widiantoro)"][/caption]

Bapak Gubernur terpilih yang terhormat dan tercinta…

Pertama-tama kami ucapkan selamat atas terpilihnya Anda.

Inilah sebentuk tugas dan amanat kami bagi Anda dalam membangun kota tercinta.

Terpilihnya Anda adalah suatu bentuk kepercayaan yang besar dari kami semua,

yang barangkali tidak dikenal satu per satu oleh Anda.

Dalam situasi yang tidak saling kenal muka, dengan terpilihnya Anda, berarti Anda boleh berbangga.

Walaupun kita tidak saling kenal muka, kami tetap menaruh harapan besar di pundak Anda.

Inilah bentuk kepercayaan dan amanat berwibawa, suatu bentuk penyerahan diri yang luar biasa.

Mengapa? Ini karena Jakarta, kota yang memengaruhi urat nadi kehidupan kami semua, yang metabolismenya menjalari mati-hidup jiwa, kami percayakan kepada Anda.

Bapak Gubernur terpilih yang tercinta…

Pernah ada orang yang berkata kepada kami: “Jakarta kota gagal!” “Jakarta kagak ada masa depannya!”

Kami tidak percaya.

Kami percaya ini semua cuma masalah putus asa dan mimpi-mimpi yang cepat sirna.

Pesimisme macam itu memang sudah jadi lagu lama.

Kita semua sering mendengarnya.

Kini, pembangunan kota tercinta berada di tangan Anda.

Kini, kita semua punya lembar baru, lembar harapan baru, untuk dibuka.

Izinkan kami untuk titip pesan dan bercerita.

Bapak Gubernur, inti pesan dan ceritanya adalah: manusia adalah problemnya.

Sebelum Anda mengernyitkan dahi dan membuang muka, serta bertanya-tanya.

Izinkan kami untuk meneruskannya.

Problem Jakarta adalah problem manusia.

Hampir semua masalah Jakarta adalah masalah manusia.

Kegagalan mengelola manusia adalah kegagalan mengelola Jakarta.

Polusi? Manusia dan kendaraannya (dan juga hal lainnya).

Sampah? Manusia dan disiplinnya.

Banjir? Manusia dan lingkungannya—juga disiplinnya.

Kriminalitas? Manusia dan normanya.

Kekumuhan? Manusia dan ekonominya.

Pendidikan? Manusia dan budayanya, serta ekonominya.

Pengangguran? Bukankah yang nganggur adalah manusianya?

Tawuran? Pelacuran? Perselingkuhan? Narkoba? Pedagang kaki lima?

Apakah dapat dipikirkan persoalan kota ini yang tidak ada faktor manusianya?

Ambil contoh urusan soal lalulintas ibukota.

Bukankah urusan lalulintas adalah urusan mobilitas manusia.

Pernahkah terpikir bahwa mobilitas manusia adalah problemnya?

Mobilitas manusia!

Bukan mobilitas kendaraan, entah roda empat, tiga, atau dua.

Dari pagi sampai malam, lalu sampai pagi besok dan malam lagi, semuanya adalah tentang manusia.

Manusia bergerak, dari satu tempat ke tempat lain di atas kota.

Jika Anda, Bapak Gubernur, tidak dapat memberikan kendaraan untuk semua orang Jakarta—dan jika Anda dapat memberikannya tetapi tidak dapat menyediakan jumlah dan lebar jalan memadai yang terbuka—berarti Anda gagal memobilisasi manusia, yaitu kami semua.

Sekali lagi: pikirkan manusianya, Bapak Gubernur yang tercinta …

Pikirkan bagaimana mereka bergerak dari satu matra ke lain matra.

Pikirkan manusia dalam berbagai dimensinya.

Pikirkan manusia dalam berbagai aspek kehidupannya.

Jangan pikirkan cuma kendaraannya.

Tapi pikirkan juga ke mana tujuan mereka berkendara.

Jangan pikirkan cuma tujuannya.

Tapi pikirkan juga ke mana mereka menghabiskan waktu lain dalam hidupnya.

Pikirkan semuanya, pikirkan semua pergerakan manusia Jakarta, dari pagi sampai malam buta.

Manusia Jakarta bukan hanya mereka yang menghabiskan waktu di jalan raya, atau di gedung-gedung tinggi yang tegak menjulang ke angkasa raya.

Tapi manusia Jakarta adalah semua orang yang menghirup napas udara kota,

Yaitu mereka-mereka yang membanting tulang dengan segala cara, yang menghabiskan waktu untuk berjuang mencari sesuap nasi dan sebongkah mutiara—oh, yang terakhir ini hanya bercanda.

Urusan manusia Jakarta sangat kompleks tak terhingga.

Jadi jangan terlalu repot-repot dengan salah satu urusan saja.

Entah itu sampah, tawuran, atau macet di jalan raya.

Betapa kompleksnya problem Jakarta, kami pun heran mengapa Anda mau saja jadi gubernurnya.

Apakah kita tidak boleh memikirkan kendaraan dan lalu lintasnya?

Tidak. Sama sekali tidak, Bapak Gubernur tercinta...

Boleh-boleh saja, dan memang harus terpikirkan juga dalam benak Anda.

Tapi, kita hanya mencoba menempatkan manusia sebagai panglima di Jakarta.

Jika mindset kita adalah mengelola manusia, urusan kendaraan dan urusan lain akan lebih tertata.

Jika mindset kita adalah mengelola kendaraannya—dan jumlah kendaraaan semakin menggila, juga jumlah orang yang mengambil kredit kendaraan ikut-ikutan gila, termasuk jumlah orang yang datang dari luar Jakarta—ini seperti tambal sulam yang sia-sia.

Mulai kelihatan kan, logikanya?

Bapak Gubenur terpilih yang kami cinta…

Ini hanyalah sedikit titip pesan dari orang yang mencintai Jakarta, kota kita tercinta.

Bapak masih punya banyak waktu: 5 tahun di muka.

Manfaatkanlah waktu itu dan dukungan kami sebaik-baiknya.

Jadikanlah kami, manusia-manusia Jakarta, semakin menjadi manusia.

Agar kota ini lebih berwajah manusia—bukan manusia yang menjadi pelengkap penderita.

Tapi, manusia yang sejati, manusia yang bermartabat dan bernorma.

Cuma satu yang ingin saya ingatkan lagi di penghujung pesan dan cerita:

Bapak adalah Gubernur kami, gubernur para manusia, bukan gubernur atas kendaraan, sampah, polusi, atau gedung-gedung tak berjiwa.

Tolong perhatikan kami anak-anak manusia yang setiap hari harus berseliweran hilir-mudik di kota yang makin tua.

Kamilah sang anak-anak manusia.

Walaupun kami tanpa nama, tanpa wajah, tetapi kami tetap hadir dengan jiwa-raga.

Persoalan kami adalah persoalan manusia.

Sekali lagi: Manusia.

Cukup sekian, Bapak Gubernur pilihan kami semua…

Mohon maaf kalau kami terkesan sok pintar dan kuasa.

Ini cuma pesan dan cerita anak-anak kota tercinta.

Semoga dukungan kami tidak membuat Anda jadi jemawa.***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun