Mengurangi gangguan masyarakat pada operasional perusahaan
5,61 %
Lainnya
13,55
Sumber: Suparlan, dkk (2005)
Dalam hasil penelitian SWA (2005) dan Gurvy Kavei menguatkan dugaan penulis bahwa meskipun perusahaan telah melakukan aktivitas perusahaan dengan menimbulkan kerusakan lingkungan namun perusahaan yang melakukan CSR dianggap sebagai perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial. Dengan investasi sosial dibidang CSR tersebut kemudian perusahaan paling tidak mendapatkan keuntungan yang diperoleh dalam hal kelangsungan industri yang dijalankannya. Ini sesuai dengan yang dikatakan Vogel dalam bukunya The Market for Virtue: The Potensial of Corporate Social Responsibility (2005) yang mengatakan bahwa tanggungjawab bisnis memiliki peran yang sangat signifikan dalam pengembangan kota dan masyarakat sehingga kalangan pebisnis dapat ditetapkan pihak yang bertanggung jawab secara substantial terhadap karakter moral dan fisik masyarakat tempat perusahaan mereka berinvestasi.
Dengan demikian kita ketahui bahwa masalah pengelolaan sosial dan lingkungan untuk saat ini tidak boleh menjadi hal marginal atau aspek yang tidak dianggap penting dalam beroperasinya perusahaan. Tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) merupakan aspek penting yang harus dilakukan perusahaan dalam operasionalnya. Hal tersebut bukan semata-mata memenuhi peraturan perundang-undangan sebagaimana untuk perusahaan tambang diatur dalam Undang-undang No 22 tahun 2001, maupun untuk Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Undang undang No. 40Â pasal 74 tahun 2007, melainkan secara logis terdapat hukum sebab akibat, dimana ketika operasional perusahaan memberikan dampak negatif, maka akan muncul respon negatif yang jauh lebih besar dari masyarakat maupun lingkungan yang dirugikan (Leimona, B., & Fauzi, A. 2008: hal xxvi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H