Mohon tunggu...
Eko Avianto
Eko Avianto Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Jamaah Yutubiyah | Penikmat kopi saat mentari belum terlalu tinggi

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Pembelajaran dari "The Great Hack", Lindungi Data Anda!

28 Juli 2019   15:52 Diperbarui: 31 Juli 2019   19:43 8068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film "The Great Hack" | Gambar: avclub.com

Film dokumenter buatan Netflix Original Documentar berjudul The Great Hack menjadi salah satu film yang menarik perhatian penulis minggu ini. Tayang perdana pada 24 Juli 2019 dan menjadi topik di beberapa forum online.

The Great Hack berkisah tentang skandal Facebook perihal penyalahgunaan data pengguna Facebook sebanyak 87 juta pengguna oleh Cambridge Analytica/SCL yang digunakan sebagai alat kampanye di berbagai belahan dunia. 

Cerita berawal dari keresahan Profesor David Carroll, bisa ditemui lewat akun Twitter @profcarroll, mengenai data dirinya di dunia maya dan digunakan untuk apa saja hingga kemudian dia melakukan penyelusuran secara independen. Salah satu hal yang menarik adalah membaca syarat dan ketentuan aplikasi terutama mengenai data yang bisa diakses oleh sebuah aplikasi.

Dari hasil penelusuran tersebut Prof. Carroll menemukan adanya indikasi bahwa data dirinya digunakan dalam Project Alamo, sebuah projek pengumpulan pusat data pemilih tim kampanye Donald Trump yang sistem kerjanya adalah menampilkan iklan, materi, atau artikel kepada dirinya melalui media sosial yang dipunyainya sehingga bisa membentuk opini untuk memilih salah satu capres.

Penelusuran berujung pada sebuah nama: Cambridge Analytica (CA). Kemudian secara resmi Prof. Carroll mengajukan permintaan resmi kepada Cambridge Analytica namun ditolak. 

Namun justru bermula dari inilah kemudian terbongkar skandal Facebook (FB) yang membuat sahan Facebook turun karena dianggap tidak bisa melindungi data penggunanya.

Psikografi

Dalam ilmu pemasaran ada satu ilmu yang disebut Psikogarfi, sebuah ilmu yang digunakan untuk menentukan segmentasi pasar berdasarkan gaya hidup, personalitas, kelas sosial, latar belakang pendidikan dan perilaku (calon) konsumen. 

Hal ini juga diterapkan dalam banyak hal tidak terkecuali militer dan politik. Inilah yang sedang dilakukan oleh Cambridge Analytica dengan database-nya.

Data pengguna FB yang berada dalam database CA terdiri dari banyak aktivitas pengguna seperti linimasa, pesan, kontak, foto, video, hingga like. Kebiasaan pengguna dianalisa sedemikian rupa sehingga bisa dikelompokkan berdasarkan minatnya masing-masing. 

CA melalui jaringannya membuat beragam konten seperti artikel, meme, dan video. Konten itu dibuat se-spesifik mungkin berdasar segmen tadi kemudian di unggah ke media sosial.

Manipulasi konten seperti ini membuat calon pemilih bisa mengubah pilihannya. Secara tidak langsung alam bawah sadar mereka dijejali dengan informasi yang tidak netral meskipun itu mungkin sesuai dengan keinginannya. 

Kabar buruknya, itu semua terjadi setiap hari, setiap saat. Coba perhatikan media sosial Anda masing-masing atau paling mudah Youtube, begitu kita memilih satu video untuk kita putar maka akan muncul daftar referensi video lain sejenis. 

Itu belum termasuk Twitter, Facebook, Instagram, hingga kanal berita lokal dan internasional. Semua ditayangkan kepada kita berdasarkan minat kita sendiri.

Bagaimana dengan Indonesia?

Sumber: tirto.id 
Sumber: tirto.id 
Gambar di atas adalah hasil tangkapan layar penulis saat menyaksikan film The Great Hack. 

Setelah penulis googling, ada temuan mengejutkan bahwa CA/SCL juga pernah beroperasi di Indonesia pada era reformasi dan pemilu 1999. Disebutkan bahwa ada satu partai besar di Indonesia yang menggunakan jasa SCL pada Pemilu 1999 tersebut tetapi nara sumber tidak menyebutkan nama partai dimaksud.

Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa SCL juga digunakan untuk mendongkrak kepopuleran salah satu mantan Presiden RI tetapi gagal. Justru operasi SCL berhasil diungkap oleh The Wall Street Journal hingga sang pendiri SCL, Nigel Oakes harus kabur ke Singapura. Setelah itu tidak ditemukan lagi jejak CA di Indonesia.

Meskipun begitu, operasi psikologis di Indonesia juga ada meskipun tanpa menggunakan jasa CA. Jaringan seperti MCA, Jasmev, dan tim media sosial pemerintah juga ada. Bahkan belum lama ini diundang ke Istana Negara. 

"The Great Hack adalah sebuah peringatan keras bagi kita pengguna internet. Hampir semua media berlomba-lomba mendapatkan data kita agar bisa menghasilkan keuntungan."

Begitu pula dengan Kementerian Pariwisata dengan gerakan GenPi-nya. Media mainstream dan media sosial menjadi ajang propaganda oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Tidak heran jika di medsos semakin hiruk pikuk dengan segala macam informasi.

Lindungi Data Anda

Melihat fakta-fakta yang disajikan di film The Great Hack, sudah waktunya bagi kita untuk lebih berhati-hati dalam bermedsos. Pemalsuan akun, berita hoaks, grooming, perundungan, iklan, dan aneka macam hal aneh banyak terjadi di medsos. 

Jika tidak berhati-hati, bisa saja suatu saat data kita bisa disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk mengambil keuntungan yang bisa saja merugikan kita.

Dalam film itu pula Profesor Carroll membuat gerakan Data Rights is Human Rights, Hak Data adalah Hak Asasi Manusia (HAM). Sebuah gerakan agar kita peduli dengan data yang kita bagikan ke aplikasi. 

Perhatikan benar data apa saja yang bisa diakses oleh aplikasi tersebut. Tidak serta merta langsung meng-install karena sedang tren atau viral. 

Salah satu contoh kasusnya adalah perbuatan debt collector aplikasi fintech yang menghubungi kontak peminjamnya bahkan sampai membuat unggahan ke teman-teman WA-nya dengan tujuan mempermalukannya. Hal-hal seperti inilah yang harus menjadi kepedulian kita. 

The Great Hack adalah sebuah peringatan keras bagi kita pengguna internet. Hampir semua media berlomba-lomba mendapatkan data kita agar bisa menghasilkan keuntungan. 

Mereka akan membuat aplikasi-aplikasi baru yang menarik perhatian kita dan membuat kita dengan sukarela membagi data pribadi termasuk semua kebiasaan kita. Ingat pesan Bang Napi: "Kejahatan tidak hanya terjadi karena niat pelakunya, tetapi juga karena adanya KESEMPATAN."

Terakhir, pesan saja buat tim Kompasiana, tolong jaga data kami ya. Terima kasih.

Sumber: Netflix, indopress.id, Twitter

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun