Manipulasi konten seperti ini membuat calon pemilih bisa mengubah pilihannya. Secara tidak langsung alam bawah sadar mereka dijejali dengan informasi yang tidak netral meskipun itu mungkin sesuai dengan keinginannya.Â
Kabar buruknya, itu semua terjadi setiap hari, setiap saat. Coba perhatikan media sosial Anda masing-masing atau paling mudah Youtube, begitu kita memilih satu video untuk kita putar maka akan muncul daftar referensi video lain sejenis.Â
Itu belum termasuk Twitter, Facebook, Instagram, hingga kanal berita lokal dan internasional. Semua ditayangkan kepada kita berdasarkan minat kita sendiri.
Bagaimana dengan Indonesia?
Gambar di atas adalah hasil tangkapan layar penulis saat menyaksikan film The Great Hack.Â
Setelah penulis googling, ada temuan mengejutkan bahwa CA/SCL juga pernah beroperasi di Indonesia pada era reformasi dan pemilu 1999. Disebutkan bahwa ada satu partai besar di Indonesia yang menggunakan jasa SCL pada Pemilu 1999 tersebut tetapi nara sumber tidak menyebutkan nama partai dimaksud.
Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa SCL juga digunakan untuk mendongkrak kepopuleran salah satu mantan Presiden RI tetapi gagal. Justru operasi SCL berhasil diungkap oleh The Wall Street Journal hingga sang pendiri SCL, Nigel Oakes harus kabur ke Singapura. Setelah itu tidak ditemukan lagi jejak CA di Indonesia.
Meskipun begitu, operasi psikologis di Indonesia juga ada meskipun tanpa menggunakan jasa CA. Jaringan seperti MCA, Jasmev, dan tim media sosial pemerintah juga ada. Bahkan belum lama ini diundang ke Istana Negara.Â
"The Great Hack adalah sebuah peringatan keras bagi kita pengguna internet. Hampir semua media berlomba-lomba mendapatkan data kita agar bisa menghasilkan keuntungan."
Begitu pula dengan Kementerian Pariwisata dengan gerakan GenPi-nya. Media mainstream dan media sosial menjadi ajang propaganda oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Tidak heran jika di medsos semakin hiruk pikuk dengan segala macam informasi.
Lindungi Data Anda