Kartini, kita kenal sebagai tokoh yang memperjuangkan emansipasi bagi wanita bukan hanya pada zamannya namun masih tetap menjadi inspirasi hingga pada masa sekarang. Perjuangan Kartini untuk dapat mengenyam pendidikan telah membuka mata masyarakat Indonesia pada masa itu betapa pentingnya pendidikan bukan hanya bagi kaum pria, namun juga bagi kaum wanita. Kaum wanita yang nantinya akan menjadi ibu dan akan mendidik anak anak seharusnya dibekali dengan kemampuan dan pendidikan yang cukup agar mampu membimbing anak anaknya kelak menjadi harapan bangsa. Surat surat Kartini kepada sahabat sahabatnya di negeri Belanda menceritakan kisah dan curahan hati Kartini akan nasibnya, nasib saudara saudarannya, nasib kaumnya (wanita) dan nasib bangsanya. Sebagaimana adat dan budaya yang berkembang pada masa itu yang memposisikan wanita sebagai kaum yang terbelakang dibandingakan pria. Wanita tidak perlu mengenyam pendidikan. Wanita harus menyadari kodratnya. Wanita harus siap sedia untuk dinikahkan dengan pria pilihan orang tua. Inilah yang menjadi keprihatihan Kartini sebagaimana isi surat yang ditujukan kepada para sahabatnya.
Curahan hati kartini melalui surat ternyata bukan hanya tentang kisah perjuangannya memperjuangkan emansipasi wanita dalam menuntut haknya. Kartini juga menuliskan bentuk keprihatinannya tentang agama, ajaran dan implementasinya. Kartini adalah cucu seorang Kyai meski tidak terlalu mengerti isi kitab suci Al-Quran karena keterbatasan memahami arti kitab suci tersebut. Adat Jawa dan ajaran Kejawen tampaknya juga memberikan pengaruh pada kehidupan spiritualnya. Pemahaman Kartini tentang agama adalah bentuk pengalaman dan pergumulan batinnya akan apa yang sedang terjadi pada masanya. Pemikiran Kartini tentang agama sangat jauh dan luas. Kartini sangat universal memandang agama. Pemikirannya terbuka dan pluralistik (apalagi jika dianalogikan pada masa sekarang). Kartini memandang bahwa apa yang ada semuanya diciptakan oleh Allah yang tunggal. Manusia dipersatukan dalam bentuk ikatan persaudaraan tanpa melihat lapisan, pangkat dan warna kulit. Agama dibentuk bukan untuk memisahkan antara umat yang satu dengan umat yang lain. Agama dimaksudkan untuk membentuk tali silahturahmi antara sesama makhluk Tuhan, berkulit putih dan coklat. Tidak pandang pangkat, jenis kelamin, kepercayaan karena semuanya adalah anak Bapak yang satu, Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan surat suratnya kepada para sahabat di negeri Belanda, Kartini mengemukakan pandangan dan pemahaman tentang agama, Tuhan dan ajaranNya. Kartini meneginginkan agar hubungan antara manusia dan antar bangsa tidak dipecah belah karena perbedaan agama, seharusnya semakin dipersatukan dan bekerja sama untuk melaksanakan tujuan tujuan kemanusiaan. Dalam pandangan Kartini, semua agama adalah baik. Semua agama pastilah mengajarkan kebaikan terhadap umatnya. Kartini prihatin akan perpecahan karena agama. Agama sebagai alasan untuk saling membenci dan saling menghina antar umat. Agama dijadikan sebagai alasan pembenaran akan perbuatan manusia yang melakukan kekerasan terhadap sesamanya. Agama malah semakin memisahkan manusia yang satu dengan yang lainnya, sangat jauh dari inti dari ajaran agama itu yang sebenarnya. Kartini melihat peristiwa yang menunjukkan ketiadaan kasih sayang yang dilakukan orang dengan berkedok agama. Kartini menyatakan bahwa bukan agama yang tiada kasih sayang, melainkan manusia jugalah yang membuat buruk segala sesuatu yang semula bagus dan suci itu. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan penyimpangan oleh umat manusia. Manusia semakin merusak agama itu sendiri. Agama yang paling indah dan paling suci ialah kasih sayang. Orang Budha, Brahma, Yahudi, Islam bahkan orang kafir pun dapat juga hidup dengan kasih sayang yang murni. Kartini memandang bahwa semua agama itu sama. Tidak ada yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Agama adalah bentuk jalan yang diciptakan Tuhan sebagai jalan yang berbeda beda namun mengarah pada satu tujuan yang sama yakni Tuhan itu sendiri. Kartini memandang bahwa jalan yang berbeda beda tersebut pada dasarnya sama mengarah pada kebaikan. Tidak ada alasan untuk saling membenci, saling menghina, saling membunuh dan saling menistakan karena alasan agama, karena semua agama bermuara pada satu tujuan. Kartini menekankan persatuan dan dan saling bekerja sama memikirkan masalah perbaikan kemanusian.
Apa yang dikemukakan oleh Kartini tentang bentuk keprihatinan dan pandangannya tentang agama tampaknya sangat relevan pada masa sekarang seratus tahun setelah surat suratnya yang ditujukan bagi sahabat di Negeri Belanda. Kartini pada masanya dengan sosialiasi dan mobilisasi yang sangat terbatas sudah merasakan dan menggumulkan tentang perpecahan dan perbedaan tentang agama. Seratus tahun setelah hal tersebut, masa sekarang dimana Indonesia sebagai rumah bagi ratusan juta penduduk dengan berbagai keberagaman, bukan hanya dalam hal suku, bangsa dan bahasa namun juga dalam hal agama dan kepercayaan. Indonesia pada masa sekarang tentu sangat jauh berbeda dengan masa Kartini, namun masalah perpecahan dan perselisihan karena agama tampaknya sudah menjadi masalah klasik yang tetap ada. Keprihatinan Kartini akan manusia yang saling membenci, saling menghina karena pemahaman agama yang dangkal menjadi realita di negeri ini, negeri yang menjadi tumpah darah masyarakat yang pluralistik. Kekerasan oleh kelompok yang satu terhadap yang lain, pembenaran akan agama sendiri menjadi pemandangan sehari hari sebagai penodaan dan penyimpangan terhadap kesucian ajaran agama itu sendiri. Jika Kartini masih hidup hingga saat ini, dapat dibayangkan betapa miris, prihatin dan bergumulnya sang puteri. Kita dapat membayangkan mungkin betapa banyak surat yang akan dikirim kepada sahabat sahabatnya di Negeri Belanda tentang nasib bangsa ini. Kartini akan menjadi motor penggerak demonstrasi di bundaran HI, Kemendagri dan Istana Negara yang menentang segala bentuk kekerasan yang berlandaskan agama. Orasi orasinya akan menjadi berita utama di media massa nasional dan internasional. Kartini akan selalu tampil di TV bukan hanya memperjuangkan emansipasi namun memperjuangkan perdamaian, persatuan, persaudaraan dan cinta kasih.
Beberapa hal yang masih patut dibanggakan dan menjadi harapan adalah lahirnya Kartini Kartini baru zaman ini, tidak terlepas Kartini wanita namun juga Kartini pria. Bukan hanya Kartini Jawa, namun Kartini Batak, Sunda, Minang, Papua, Melayu, Dayak dan dari berbagai suku bangsa Indonesia. Semangat dan perjuangan Kartini masih tetap menginspirasi seluruh bangsa Indonesia dalam menjaga keutuhan dan kebhinekaan negeri ini. Semoga, semoga, dan pasti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H