Mohon tunggu...
Ugie Yogya
Ugie Yogya Mohon Tunggu... lainnya -

Manusia biasa yang terus belajar dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sarjana Sastra yang Jarang Menulis

14 November 2011   09:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:41 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering saya mendengar orang bertanya begini: apakah tidak ada syarat pendidikan khusus untuk menjadi seorang penulis? Harus bergelar sarjana sastra, misalnya. Harus bergelar atau lulus dari jurusan tertentu, misalnya.

Jika pertanyaan itu dilontarkan kepada saya, saya akan jawab tidak ada. Siapa saja yang tidak buta huruf alias bisa membaca dan menulis, dia punya potensi untuk menjadi seorang penulis. Tak peduli apa pun latar belakang pendidikannya, dia berhak untuk menjadi penulis. Ya, siapa pun punya hak yang sama untuk menjadi seorang penulis, termasuk Anda.

Dalam tulisan berjudul Pesan Para Penulis Senior telah saya singgung bahwa anak yang masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar pun bisa menjadi seorang penulis. Dengan demikian, jika Anda adalah lulusan SMP, SMA, atau malahan sempat mengenyam bangku perguruan tinggi (baik lulus maupun belum atau bahkan drop out), Anda tentu jauh lebih punya potensi untuk menjadi seorang penulis.

Setiap kali membahas tentang apakah untuk menjadi seorang penulis diperlukan pendidikan tinggi, saya selalu teringat HAMKA, salah seorang tokoh yang belum lama ini mendapat gelar pahlawan dari pemerintah. Meskipun konon pendidikan formal beliau hanya sampai kelas II sekolah dasar (SD), beliau telah menghasilkan lebih dari seratus karya berupa buku.

Ada satu nasihat menarik yang pernah disampaikan HAMKA, yaitu ”Jika ingin mengarang, hendaklah lebih banyak membaca daripada menulis. Karena, kalau kurang bahan bacaan, mengarang bisa macet seperti mobil kehabisan bensin.” Nasihat ini rasanya sangat berguna bagi para penulis.

Untuk tokoh lain, kita bisa menyebut Chairil Anwar. Meskipun tak lulus sekolah menengah tingkat pertama (SLTP), dia telah menulis puisi yang hingga saat masih dibaca banyak orang. Bahkan, beberapa karyanya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman, dan Spanyol.

HAMKA dan Chairil Anwar adalah contoh nyata yang menunjukkan bahwa untuk menjadi seorang penulis, pendidikan tinggi bukanlah sebuah syarat. Mereka telah menunjukkan bahwa menulis bisa dilakukan oleh siapa pun, baik oleh mereka yang tidak mengenyam pendidikan tinggi, lebih-lebih (seharusnya) oleh mereka yang sempat mengenyam pendidikan tinggi.

Oleh karena itu, Anda patut bersyukur jika Anda sempat mengenyam pendidikan tinggi, apalagi sampai menyandang gelar sarjana. Jika pun kebetulan tidak kuliah di jurusan sastra ataupun bahasa, Anda tak usah berkecil hati. Percaya atau tidak, kuliah di jurusan sastra sama sekali bukan jaminan bahwa kelak setelah lulus bakal menjadi seorang penulis hebat. Sarjana sastra tak lebih dari sekadar gelar jika jarang menulis. Perlu Anda ketahui bahwa tak sedikit penulis terkenal yang latar belakang pendidikannya justru bukan dari jurusan sastra atau bahasa. Untuk menyebut beberapa di antaranya adalah Taufik Ismail (kedokteran hewan), Marga T (kedokteran), Y.B. Mangunwijaya (arsitekur dan teologi-filsafat), dan Andrea Hirata (ekonomi).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun