Sebuah istilah baru saya dapatkan dari sebuah group WA. Wife House Operation (WHO). Apa pulak ini?
Oh ternyata itu SOP yang dibuat seorang istri ketika sang suami baru kembali dari luar rumah. Ganti baju, mandi sampai bersih, baru boleh makan. Alamak jang.
Paranoid? Tentu tidak? Biasa saja. Seorang teman juga bercerita, setiap pulang belanja sayur dari supermarket sebelum semua masuk rumah harus dicuci bersih dulu, hingga ke sayur-sayurnya.
Saya juga begitu. Ketika PSBB dimulai, si mbak yang biasa bantu di rumah langsung terkena lockdown. Si Ummi dengan gagah berani menyampaikannya. Tapi tak lama masuk kembali. Tak kuat.
Walau harus sering bolak balik ke rumah, hanya untuk mengambil masker yang kelupaan, saya mulai terbiasa.
Ketika memberi receh kepada pak ogah yang mengatur lalu lintas yang membuat macet, jemari saya yang menyentuh jemari pak ogah langsung disemprot hand sanitiser. SOP nya begitu.
Hari ini, saya masuk kantor. Ada peralatan liputan seperti kamera dan tripod yang harus dikembalikan.
Sesuatu yang saya ragukan untuk menolaknya akhirnya terjadi. Saya bersalaman dengan teman-teman satpam, teknisi, para juru bersih secara spontan.
Tak kuasa rasanya tangan menolak uluran tangan yang sudah terjulur. Saya tatap mata mereka. Ada nada tulus dan ikhlas yang susah untuk disampaikan. Ada nada, saya Insya Allah sehat pak, begitu kurang lebih. Saya balas dengan tatapan yang sama, plus senyum manis.
Ini hari ketiga lebaran. Salaman pertama saya sejak masa pandemi ini adalah dengan ustadz di masjid dekat rumah ketika membayarkan zakat fitrah.
Saya raih tangannya, saya berikan tatapan penuh doa, semoga kita ikhlas melaksanakannya. Dan kamipun mengucap ijab kabul.