[caption id="attachment_299615" align="aligncenter" width="300" caption="Seorang Relawan Demokrasi segmen perempuan angkat bicara."][/caption]
[caption id="attachment_299614" align="aligncenter" width="150" caption="Pada Kirab KPU Belitung Timur, Babel"]
“Saya memilih Golput saja, bang. Tak seorangpun yang saya pilih di pemilu lalu memuaskan keinginan saya, ditahun inipun sama. Saya memilih atau tidak tak akan merubah nasib saya bang..!”
Begitu jawaban seorang Bapak-bapak paruh baya saat kutanyakan tentang keinginannya menggunakan hak pilih di pemilu 9 April 2014 nanti.
Tak jauh berbeda, di pasar Lipat Kajang Manggar, di kerumunan tukang ojeg dan tukang parkir saya mendekat sembari membawa brosur bertuliskan ‘Tidak Menggunakan hak pilih, berarti anda menyerah untuk menentukan Masa Depan Bangsa’, dengan santai kami bagikan brosur itu ke mereka yang menerima dengan ‘setengah hati’. Kawan-kawan lainnya berjalan ke pertokoan, memakai kaos pemberian KPU Belitung Timur bertuliskan “Yuuk Cobloss!” yang dibagikan gratis kepada para relawan demokrasi.
Iya, kami adalah kumpulan Relawan Demokrasi yang direkrut KPU, se Kabupaten ada 25 orang dengan berbagai segmen dan sasaran. Sekilas tampak enteng tugas dan perannya, hanya sebatas sosialisasi dan mengajak untuk tidak Golput. Namun sebagian relawan ada yang jenuh mendengar jawaban warga yang tak berminat untuk memilih atau menggunakan hak suaranya. Mereka mengemukakan alasan yang sama, bahwa pilihan mereka tak akan merubah keadaan mereka, bahkan memilih atau tidak toh yang beruntung yang dipilih, tak berdampak pada mereka yang memilih…begitu.
Relawan Demokrasi yang tak seberapa di fasilitasi oleh KPU memang menjadi ujung tombak sosialisasi KPU dalam menyebarkan informasi ke public terkait pemilu saat ini, taka da lagi yang pantas mengkambinghitamkan KPU dengan alas an KPU minim sosialisasi lagi, namun disinilah tugas berat relawan demokrasi yang harus memahami betul seluruh materi seputaran Pemilihan Umum di Indonesia, dan tak cukup bimbingan teknis kepemiluan selama dua hari bagi relawan untuk bekalnya, dibutuhkan instuisi luar biasa saat menjawab pertanyaan warga yang kritis, sebuah jawaban yang bukan mendoktrin mereka, namun memberikan mereka petunjuk bahwa penting kehadiran mereka untuk tidak golput atau cuek terhadap pesta demokrasi pemilu seminim apapun efeknya buat mereka.
Bupati Belitung Timur, Basuri Tjahaja Purnama, Adik Ahok dalam sebuah pertemuan sampai mengatakan kepada warga agar menggunakan hak pilihnya, atau kalau tidak jangan sampai berani dating membuat KTP atau apapun yang menyangkut identitasnya sebagai warga Negara. Hal ini tentu wajar jika dilakukan terhadap mereka yang tak peduli dengan pemilihan umum, karena kea rah mana kebijakan ke depan sedikit banyak tetap di pemilu inilah dipijakkan dasar langkahnya.
Wajar saja jika masyarakat jenuh dan apriori dengan para calon legislative yang memajang namanya besar-besar itu, kepada partai yang enggan memikirkan mereka atau kepada para pemimpin yang kemudian terlahir dari sebuah proses pemilihan umum. Kebanyakan mereka dianggap ‘kacang lupa kulitnya’. Namun Taufiq Ismail mengatakan: Dalam Setiap Perjuangan selalu melahirkan pengkhianat dan para penjilat.
Semoga kami yang tulus berjuang di relawan demokrasi ini bukanlah bagian dari pengkhianat dan penjilat itu. Juga rakyat yang tak menggunakan hak pilihnya pun, bukan pengkhianat bangsa ini.
Maaf Kompasioner, saya lama tak mampir ke Kompasiana. Tulisan ringan ini menjadi awal saya untuk kembali menorehkan tinta buat Kompasiana yang tetap dirindu. Afwan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H