Seri Aksara Cerpenku #4
Ditulis oleh Eko Irawan
----------------------
Kenanglah bulan Maret. Karena disini abadi. Bersama bulir air hujan. Membasah bumi. Tapi ada apa dengan bulan Maret.
Mengeja hari demi hari. Misteri dan kesepakatan. Hingga kita tiba dibulan Maret. Haruskah titipan tipipan itu dibuang, hanya karena salah paham. Salah mengartikan. Menterjemahkan penetapan yang belum terwujud.
Memang tak masanya merajuk janji. Dari awal kita sepakat apa adanya. Jalani semampunya. Ini bukan janji, tapi perjuangan bersama. Dalam langkah tujuan yang dijalani bersama.
Masihkah Ingat Maret pertama kita? Aku akan selalu ingat. Karena saat itu, ada hadiah besar. Ada kesempatan indah. Ada waktu tertuang, untuk kita. Jika mau, itu jalan baypass kita, menuju hari bahagia.
Tapi... Itu Maret pertama yang tak pernah dimiliki Maret selanjutnya. Kecuali kau bisa memahami ada apa dengan bulan Maret. Hingga hari ini, sudah tiga Maret yang kita lalui. Dan semua berkisah.
Romansa Maret. Pertama, penuh gejolak ragu. Tapi siap dengan pundi pundi untuk belanjamu. Kau bisa beli apapun yang kau mau, jika saat itu kau jawab, iya.Â
Itu kunci, untuk buka limpahan rejeki. Bukan sekedar jalan jalan biasa. Tapi proyek besar yang akan jadi bekal. Modal masa depan selanjutnya. Tapi Maret pertama yang tertolak.
Maret kedua jadi wadah introspeksi. Jadi cerita lucu, kenapa dulu ditolak, dan sekarang tak datang lagi. Kesempatan itu hanya sekali. Sekali ditolak, seperti tak butuh romansa Maret.
Hingga hari ini. Dibulan Maret ke tiga. Perubahan ini misteri. Dulu menolak. Jika menolak, yang menolong pasti melihat kita tak butuh lagi. Tak inginkan lagi. Tapi kenapa sekarang butuh? Kenapa sekarang menuntut, saat dulu anugerah melimpah dan ditolak dengan keras?
Pasang surut itu ada. Kubilang ini juang bersama. Langkah berdua. Pahami dan sepakati, tanpa debat. Ada disyukuri. Tak ada dinikmati. Semua bisa dibicarakan. Dikomunikasikan. Tak perlu simpan sendiri. Karena salah sangka bisa salah paham.
Ada apa dengan bulan Maret. Kelak tetap ada Maret Maret yang lain. Kita pasti temukan. Tapi Maret pertama kita tak bisa jadi cikal bakal. Karena disitulah cerita bermula.
Andai dulu kau jawab iya, Maret ini kita tak perlu menangis. Tak perlu meratapi dompet kosong. Tak perlu menghapus yang sudah baik dan dikatakan omong kosong. Tak perlu kau berencana membuang titipan titipan. Tapi menyesal sekarang, tak bisa merubah keadaan.
Minimnya komunikasi, jadi pagar betis. Yang menghambat. Kita itu dua hati. Bukan dua robot. Kita tak punya software kembar. Tapi kita bisa sinergi. Dengan bicara berdua, dari hati ke hati.
Maret pertama ditolak. Seharusnya memetik dimaret ke dua. Barang sudah ditolak, hasilnya juga tertolak. Tak bisa protes. Dan Maret ke tiga, sekarang. Ajur. Amburadul.Â
Aksara Cerpenku. Ungkapan rasa, bahwa komunikasi itu kunci pengertian. Jika pelit komunikasi, seolah kau hanya jadi penonton. Yang menunggu hasil. Seharusnya kau ikut mensupport aku. Turut bersama, menemaniku berjuang.Â
Bukan hanya penonton. Jika gagal protes. Bertanya. Kau harus tahu apa, kenapa, dan ada apa. Kalau kau serta dalam langkah juang, kau tahu. Dan saat berhasil, kau pasti bangga. Karena kau ada sejak cita cita masih belum ada.
Tapi aku memahamimu. Aku juga paham diriku. Tak apalah romansa Maret jadi kisah. Kelak pasti akan indah, karena kedepan adalah milik hati berdua, itu akan kita petik bersama.
Temani aku, buat aku merasa ditemani. Kuatkan aku, Ini untukmu, buat apa, kau menjauh? Seolah aku omong kosong tak terbukti. Bagaimana aku bisa kuat, jika hanya ditonton? Terus aku berjuang untuk siapa?
Bicarakanlah. Aku ada untukmu. Kau mungkin seolah seorang diri. Berjalan dihutan sepi. Aku kau diamkan. Padahal aku ada tanpa kau minta. Jika aku lelah, semangati aku. Karena aku akan selalu ada untukmu. Apa ini bukan bukti?
Malang, 8 Maret 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI