Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pedaringan Dobol (Hari Hari Puisiku #19)

12 Februari 2022   14:42 Diperbarui: 12 Februari 2022   15:22 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari hari puisiku #19 (dokpri istimewa)

Nesu? 

protes? 

Ora Trimo? 

Seharusnya itu aku. Bukan kamu. Saat gelas kehormatanmu diaduk sendok yang haram, otakmu ke mana?

 Warasmu dimana? 

Sekarang Puas bukan caramu balas dendam? Ayo, dalil apa lagi yang akan kau dustakan? Bilang, mumpung gratis. Biar turun karma instantmu. Itu urusanmu dengan Allah.

Allah yang kau sembah tahu bejatmu. Tak bisa kau tipu dengan air mata. Apalagi rekayasa dusta. Kau pintar Cari pembenaran sendiri, kau bisa bolak balik fakta. Kau Galang semua manusia, agar kasihan padamu dan menghukum aku. Agar dendam terpuaskan. 

Enak ya? Lega bukan? Pahalanya apa? Mana pangeranmu itu? Katanya ahli ibadah. Amalnya sundul langit. Penyabar. Bapak yang baik. Jago diranjang. Lelaki jagoan. Kok sekarang lari? Hebat ya... Segala puji dari setan langit bumi memuliakan lelaki pujaanmu itu.

Kamu tertipu ya? Ditinggal lelaki yang merampok kehormatanmu? Selamat, kau layak dapat surga. Tapi surga para iblis. 

Hikayat pedaringan dobol. Hancurnya kesucian. Kehormatan. Kau sudah gadaikan surgamu. Aku yang menjaga kehormatanmu, kau katakan tai. 

Artinya finish. Kau sudah putuskan Takdirmu sendiri. Tak termaafkan. Tak ada ampunan. Tak ada revisi. Itu pilihanmu sendiri. Pahalanya sudah dibayar lunas, saat mantap mantap diranjang para setan. Kau ngakak tertawaan aku. Lezatmu bersamanya. Sekarang berdustalah, semesta mentertawakan mu. 

Jika kau bilang itu dulu, sekarang tidak lalu minta maaf. Dulu kena sihir. Sekarang sadar. Lalu kau tuntut orang yang sudah kau khianati. Untuk tujuan baru bisikan lelakimu. Agar bersih tanpa cela, tapi memanfaatkan keringat lelahku. Sungguh mulia bukan aksi sandiwaramu?

Pedaringan dobol. Sekali dobol tetap dobol. Itu takdirmu. Diberi semilyarpun, kau akan tetap dobol. Dinasehati, tetap dobol. Tiada guna ngurusi kedobolanmu. Dan kau puas caramu mendobolkan aku. Siapa yang kuat hidup cara pendobolan terkutuk.

Selamat tinggal pedaringan dobol. Kau sudah pastikan, tak bisa ditekut. Dirubah. Itu kujawab sekarang. Allah kabulkan doamu. 

Pilihanmu adalah pangeran dobol. Tak perlu ditutupi lagi. Katanya kau nyaman bahagia bersamanya.  Pergi saja, agar kedobolan ini cepat berlalu. Berjalan pada takdir masing masing. 

Aku sudah lelah dengan kedobolanmu. Bosen, ngurusi maha dobol dengan segala fitnah yang diputar balik. Aku ingin ibadah, ingin hidup normal. Tidak diatur atur drama palsu. Tapi aku dimanfaatkan. Ditipu. Kau sungguh terlalu.

Malang, 12 Februari 2022

Oleh Eko Irawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun