Sebuah ide brilian terus digagas dan dikembangkan oleh para start up muda di kelurahan Bakalan Krajan kecamatan Sukun kota Malang. Ide tersebut dikemas dengan sebutan, "Redtis."
Bagaimana kisah perjuangan mereka, berikut ulasannya semoga menginspirasi.
Para penggagas Redtis pada awal 2020 saat pandemi covid mulai melanda negeri ini, mulai berkumpul untuk membicarakan sebuah strategi agar masyarakat terdampak mempunyai usaha ekonomi kreatif sehingga tercipta ketahanan pangan, kecukupan gizi dan memperoleh penghasilan yang pada akhirnya bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Gagasan ini dilaksanakan diperkotaan dengan lahan terbatas dan harus memanfaatkan sumber daya, baik alam atau manusia, seefisien mungkin.Â
Gagasan itu berupa budidaya ikan nila metode intensif menggunakan sistem bioflok di kolam terpal. Kenapa memilih ikan nila, karena ikan nila merupakan ikan air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Harga pasaran ikan nila juga sangat stabil dengan pangsa pasar kecukupan ikan nila berkualitas baik, masih sangat luas. Potensi ini bisa memberikan keuntungan secara signifikan pada para pembudidaya nila hingga bisa meningkatkan kesejahteraan hidup dan peningkatan gizi keluarga.
Keunggulan budidaya nila bioflok adalah :
1. Dilakukan dikolam terpal, sehingga tidak membutuhkan lahan luas untuk membuat kolam tanah atau kolam beton. Jadi lebih hemat biaya dalam membuat kolam budidaya.Â
2. Mampu tebar padat. Pada kolam konvensional di kolam atau tambak, tebar ikan berkisar 10-20 ikan permeter kubik, pada kolam intensif bioflok tebar ikan bisa mencapai 80-100 ikan permeter kubik.
3. Hasil panen ikan tidak bau tanah sehingga tetap lezat diolah dengan bumbu sederhana.