Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Stri Nareswari #12: Menelusuri Jejak Sang Ratu

21 Januari 2022   18:25 Diperbarui: 21 Januari 2022   18:38 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baca kisah sebelumnya di link sbb.
---------------------------------

Menelusuri Jejak Sang Ratu, Duhai Ken Dedes. Ceritakanlah. Aku mencarimu. Agar kau jadi inspirasi. Wanita utama dari bumi Nusantara.

Tak ada kata sulit, karena ini tantangan. Menelusuri jejakmu, adalah perjuangan. Jika data semakin sedikit, bukan berarti kau fiksi. Kau unhistoris. Mitologi khayal. Seperti Klaim CC. Berg.

Dialah peneliti sejarah asal Belanda. Dia tampak skeptis. Mana yang fakta. Mana yang khayalan. Itulah Pararaton. Kitab induk, sumber utama, yang menyebut Ken Dedes. Sang Stri Nareswari.

Dia meragukan pararaton. Sebagai sumber sejarah, Pararaton penuh kisah magis. Penuh mitologi. Maklum, Dia jebolan pendidikan Barat. Berg berpendapat, teks Pararaton secara keseluruhan lebih bersifat supranatural dan bukan berdasarkan kejadian sejarah.

Siapa penulis Pararaton. Tak ada yang Tahu. Kapan ditulis? Bagian akhir dari pararaton menyebut Petunjuknya, tentang peristiwa gunung meletus pada 1403 Saka (1481 M). Itulah pegangan menetapkan waktu penulisan  Pararaton. 

Pararaton bisa jadi manifesto politik Raja Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya, Maharaja Majapahit keturunan Ken Angrok.  

Beliaulah penyusun Pararaton. Untuk mengesahkan perebutan kekuasaan. Oleh Ken Angrok, terhadap Tunggul Ametung, karena Ken Angrok adalah ahli waris yang berhak atas takhta Tumapel.

Bahasa Pararaton, bahasa masyarakat sosial kalangan bawah masa itu. Beda dengan bahasa Negarakertagama, Karya Empu Prapanca. Bahasa pararaton, bahasa Jawa Madya. Tinjauan Pararaton kaya kajian sejarah budaya.

Pararaton jadi kitab acuan utama. Saat mencari Stri Nareswari, Ken Dedes. Wujud patungmu menjadi de potrait beelden. Patung potret dirimu. Dari sana petualangan ini dibangun. Esensi tentang wanita utama, panutan wanita bumi Nusantara.

Konsep mitologis dan fakta historis terjalin, tak terpisahkan dalam Pararaton. Sang penulis, dengan sengaja mencampur aduk fakta dan fantasi. Tak sekedar mendokumentasi suatu peristiwa sejarah, tapi memperkokoh raja sebagai saka guru kerajaan dan kesejahteraan Rakyatnya.

Jika Ken Dedes tak ada, Stri Nareswari sirna. Siapa yang melahirkan raja raja Singhasari dan Majapahit? Semoga kelak diketemukan prasasti, citralekha yang memperkokoh faktamu. 

Akan ada masanya, saat enigma stri Nareswari terjawab. Bukan sekedar mitologi. Tapi tersembul dari teka teki. Terjawab oleh penemuan baru. Panutan utama wanita Nusantara.

Suatu hari pasti diketemukan. Bukan sekedar ditafsirkan. Tapi terjawab dalam kepingan permata sejarah. Kebanggaan bangsa ini. Tentang menelusuri Jejak Sang Ratu, Sang Stri Nareswari, Ken Dedes dalam kepingan Sejarah. Agar menginspirasi.

(Bersambung)

Malang, 21 Januari 2022
Ditulis Oleh Eko Irawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun