Baca kisah Sebelumnya: di SINI
---------------------------------
Di taman itu, aku bertemu Patungmu. Ditaman itu, aku menjumpai potret patung dirimu. Sebuah maha karya sempurna, dari masa Tumapel. Tentang wanita Utama.
Banyak orang menyangka, Jawa kuno itu tak canggih. Peradabannya tak maju. Orangnya bodoh. Namun karya patung ini jawabnya. Ini jelas dipahat para ahli, didalamnya penuh filosofi.Â
Kadang aku berpikir. Komplek Prambanan, katanya dibangun oleh bangsa Jin, hanya dalam semalam. Itu dongeng. Orang yang buta sejarah. Padahal itu meremehkan karya nenek moyang. Melecehkan peradaban bangsanya sendiri.Â
Sejarah membuktikan, bangsa ini pernah maju. Mereka punya tehnologi. Bangsa ini pernah jadi pusat peradaban. Namun sayang, bangsa ini malas literasi. Malas menulis. Malas membaca. Malas belajar.Â
Kebesaran masa lalu tergerus jaman. Perlahan dilupakan. Padahal itu asal usulmu. Nenek moyangmu. Dan sekarang, yang punya peradaban tidak tahu.Â
Hanya sibuk mencari sandang pangan. Sibuk meniru gaya modern, tapi punya bangsa lain. Melupakan jati diri. Dan menganggap kemegahannya dibangun bangsa Jin. Sungguh kesimpulan yang sangat bodoh.
Sungguh sejarah hanya diingat dan disampaikan dari mulut ke mulut. Tak pernah ditulis. Seberapa mampu, memori itu tersimpan. Pasti dikurangi. Ditambah. Bercampur tafsir. Dari jaman ke jaman. Dan berpolarisasi. Yang nyata menjadi Fiksi.Â
Aku termenung. Dikira gila. Tapi biarlah apa kata mereka. Aku sedang mencari mata air peradaban. Tentang Stri Nareswari.
Banyak misteri yang jadi perenungan. Tentang dadamu yang terbuka. Banyak tanya tentangmu. Seolah porno untuk jaman ini. Tapi liputan ini jawabnya.
Ken Dedes adalah ibu. Seolah ibu dari peradaban Jawa. Kaulah wanita utama, ibu dari para raja Singhasari dan Majapahit. Patung aslimu pernah jauh di Belanda. Sekarang telah kembali ke pangkuan Pertiwi.