Baca kisah sebelumnya di link sbb
_______________
Sayangku, buatlah aku semangat untuk melakukan apapun untukmu. Kau adalah pemantik. Jangan padamkan diriku. Dengan sikapmu. Karena dirimu sedang kuperjuangkan.
Tuhan mengirim titah. Pertemuan kita itu, ajaib. Amazing. Ada Kuasa Illahi yang mengaturnya. Dan ada amanat doa yang sedang diperjuangkan. Dan aku tak akan ingkar dengan amanat itu.
Orang melihat aku itu... Hanya kulit. Berjuta fitnah menempel dijubahku, seolah itulah diriku yang mereka kenal. Tentang aturan ideal. Panji bahagia menurut kata mereka. Bukan fakta hati dari nuraniku. Yang menangis.
Aku bukan mulut ember. Yang menceritakan hidupku sebagai entertainmen. Aku hanya pura pura baik baik saja. Untuk menutup, apa yang kusebut aib.Â
Mereka yang kau bilang, info A1. Paling valid. Fix. Bisa dipercaya. Pada ujungnya, hanya adu domba. Cerita jujurku, dikeroyok info fitnah dari mereka yang tak suka kita bahagia.Â
Ini kita. Aku tak dihidupi mereka. Aku cari makan sendiri. Cari uang sendiri. Ini hidupku sendiri. Dan aku hidup ini, bukan diurusi mereka. Kenyataannya, mereka hanya tukang kritik. Tukang rasan rasan profesional. Ghibah itu apa berpahala?
Aku membuka hati untukmu. Kubuka tabirku agar kau bisa memahami diriku. Keraguanmu itu, bersumber pada kata orang. Jika kita nurut kata mereka, dijamin tak akan meraih bahagia. Karena mereka adalah para setan yang melalaikan takdir dua kasmaran. Aku dan dirimu.
Didepanku, mereka bertopeng dewa. Tapi dibelakang ku, mereka menjual aib. Ditambah bumbu fitnah. Dan itu menyebar seolah aku orang paling laknat. Mereka seolah malaikat paling suci, yang ahli mencela.Â
Sayangku, aku tahu kau butuh kepastian. Akupun butuh jawaban. Sementara aku hanya mampu mengajakmu berjuang. Agar kelak ini jadi bahagia dari lelah kita. Ini hasil perjuangan kita. Agar kita nanti bisa menjawab, fitnah mereka itu biadab, dan kita membuktikan jalan jodoh cinta kita.
Tak bolehkah aku bahagia? Dilarangkah aku punya kekasih? Apakah mereka itu Tuhan, yang berkuasa mengatur nasibku? Sungguh mereka itu telah melampaui batas.
Januari dari titik 0 Jogja. Ini adalah awal pertarungan ego. Prinsip. Adu domba ini bukan dari kita, tapi dari mereka. Kita akan dijadikan tontonan. Materi rasan rasan orang kurang kerjaan. Pahala macam apa yang akan diberikan untuk manusia tukang fitnah?
Sampailah pada titik 0, dimana memulai kembali. Tak perlu debat kusir. Jalani saja apa adanya. Syukuri ada cinta, karena inilah awal bahagia berdua, denganmu.
Aku akan jadi air mengalir. Terus berjuang dalam siklus. Siapa yang bersungguh sungguh, akan menuai hasilnya. Aku sudah bosan jadi orang susah. Dan perjuangan ini, tulus. Bukan dolanan.
Kau mungkin masih tak percaya. Ini hanya kalimat kalimat. Aku rela ditolak saat tak punya bukti apa apa. Tapi saat doa penuh pengharapan dikabulkan Illahi, akankah takdir terindah ditolak?
(Bersambung)
Djogjakarta, 10 Januari 2022
Ditulis oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H