Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sukses Itu Pemberdayaan Ekonomi Kreatif di Kampungmu

8 Januari 2022   18:45 Diperbarui: 8 Januari 2022   18:55 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diskusi lanjutan dari tema Tips Trik membangun destinasi kampung Tematik kali ini memasuki bagian ke 3 dengan tema sukses itu pemberdayaan Ekonomi kreatif di Kampungmu. Semoga artikel ini menginspirasi dan menjadi penumbuh semangat para pegiat kampung tematik di seluruh Indonesia.

Baca juga :
Tips trik Membangun destinasi kampung Tematik

Potensi Dan Masa Depan kampung Tematik 

Perkembangan Kampung Tematik
Diawal 2016 ketika awal ide kampung Tematik mulai digulirkan agar satu kelurahan di kota Malang punya satu unggulan berupa satu kampung Tematik, merupakan pemantik awal pemberdayaan masyarakat berbasis potensi lokal kampung. Saya tergelitik dengan pendapat masyarakat waktu itu. "Ada duwit berapa, tak bikinkan. Mau model apa, berapa duwitnya. Beres." Rata rata pendapat senada seperti itu tetap saya dengar hingga saat ini. Menunggu bantuan baru dikerjakan. Bila ada event, berapa bantuan yang didapat, kemudian dikerjakan dan merasa sukses dengan meriahnya acara dimaksud. Benarkah suksesnya kampung tematik hanya diukur berdasarkan meriahnya acara? Apa kontribusi keberadaan kampung tematik bagi para pegiat dan masyarakat sekitar? Apa sukses hanya jika ada bantuan untuk event? Tak ada bantuan, tak ada inisiatif. Tak ada kreatifitas. Jika kegiatan dimaksud hanya sekali setahun, maka asumsinya hanya hidup saat ada event saja. Padahal, kampung tematik itu harus jadi wadah baru sebuah harapan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar secara signifikan, bukan secara parsial saat hanya ada event saja.

Kebangkitan kampung tematik memang tidak bisa dipungkiri diperlukannya support dari semua pihak termasuk bantuan dari pembina, dalam hal ini pemerintah. Pihak terkait wajib memfasilitasi para pegiat kampung yang telah dengan suka rela tanpa dibayar dan berswadaya mempercantik dan mengangkat potensi kampungnya. Jika ini berkembang, yang memperoleh penghargaan dan apresiasi juga para pejabat pemangku wilayah selaku pembina dianggap sebagai berprestasi.

 Ada timbal balik dan sinergi kerjasama yang harus dibangun secara berkesinambungan antara masyarakat, pegiat dan pemangku wilayah setempat. Ini bukan progres jalan sendiri sendiri, bukan untuk saling tonton. Jika berjuang dalam susah payah tidak didukung. Dilihat saja tidak dan bersikap pura pura tidak tahu. Namun jika sukses, berlomba jadi pahlawan kesiangan, seolah itu perayaan untuk mengakui sebagai hasil kerjanya. Diklaim seolah itu prestasinya. Pegiat awal disingkirkan. Dan sejuta konflik bisa terjadi. Ini bukti tidak adanya komunikasi intensif dalam membangun destinasi kampung tematik.

Memang tak semua pihak satu kata menyetujui adanya ide kampung tematik. Pro kontra selalu terjadi karena banyak kepentingan tertentu dimiliki oleh para tokoh dan kelompok masyarakat. 

Semakin banyak potensi dikampung yang bisa diangkat, akan menumbuhkan persaingan secara sehat. Jika tidak setuju suatu ide, cobalah membangun ide mereka sendiri dan tunjukan prestasimu tanpa mengganggu yang sudah berjalan. Konflik bisa terjadi jika tersiar para pegiat memperoleh bantuan tertentu, bisa jadi disangka macem macem yang kurang sedap. Seperti inilah salah satu dinamika kampung yang terjadi dan bisa terjadi dan harus disikapi dengan bijak. Jadi kembalilah ketujuan awal, untuk apa mengangkat potensi kampung, siapa yang mengerjakannya, dan progres apa yang dilakukan.

 Repotnya, banyak pihak tidak mau ribet menjalin komunikasi intens dan sinergi positif, sehingga yang muncul saling curiga, saling tuduh dan prasangka berdasar tafsir pribadi tanpa klarifikasi. Inilah bukti bahwa bangsa ini sudah melupakan tradisi kearifan lokal, berupa guyub rukun, gotong royong, Tepo sliro dan musyawarah mufakat. Yang ada, inilah aku, i am the super. Tanpa aku, no way. Sikap arogan, tanpa mau dengar pendapat dan mengintrospeksi perannya apa didalam suatu ide dan gagasan.

Sukses kampung itu, saat ekonomi kreatif Tumbuh....

Parameter sukses sebuah kampung tematik bukan diukur dari suksesnya sebuah event yang bersumber dari bantuan yang diperoleh. Bantuan dimaksud langsung pakai habis untuk gelar acara yang bersifat konsumtif, tanpa ada kontribusi nyata untuk keberlanjutan dari progres kampung itu sendiri. Bantuan itu bisa dari pemerintah, sponsorship, atau keswadayaan dari masyarakat setempat. Banyak kampung memperoleh nilai bantuan bernilai spektakuler, namun output bantuan tersebut sama sekali tidak menyentuh pemberdayaan ekonomi kreatif masyarakat. Masyarakat dan pegiat setempat hanya jadi penonton pasif yang tidak memperoleh manfaat apapun, kecuali infrastruktur sekitar kampung sudah tertata rapi, lingkungan bersih dan hal positif lainnya. Secara kasat mata kampung tersebut bisa dibilang sukses, namun silahkan ditanya pada para pegiatnya, apakah mereka sudah memperoleh apa yang dicita citakan dan apakah para pegiat tersebut punya power untuk mengembangkan inovasi selanjutnya. Hal hal ini harus dipikirkan para pegiatnya secara mandiri, jika masih menunggu bantuan, para pegiat ini dijamin tidak akan mampu berkembang.

Para pegiat ini harus punya inovasi yang laku dijual. Saat kampungnya menjadi destinasi wisata, para pegiat ini harus punya sektor ekonomi kreatif yang menopang kehidupan kampung itu sendiri. Seberapa kuat para pegiat ini harus merogoh kantong pribadi secara terus menerus untuk kegiatan sosial di kampung, sementara mereka bukan boneka manekin atau robot mekanis yang tunduk patuh pada suatu program. Mereka manusia, yang butuh hidup dan punya keluarga. Akankah mampu terus terusan dipaksa dalam prestise tersanjung sebagai pahlawan kampung tematik, tapi dia sendiri lapar? Anaknya menangis dan keluarganya berantakan.

Ini rangkuman kisah dari para pejuang dan pegiat kampung yang siang malam berjuang mewujudkan destinasi kampung tematik. Tolak ukur suksesnya kampung tematik, adalah pertumbuhan pemberdayaan ekonomi kreatif di dalam kampung itu sendiri. Didalamnya harus tumbuh lapangan pekerjaan yang menghidupi warga sekitar. Warung, guest house, pusat sovenir dan pusat oleh oleh serta kuliner harus memberi nilai pada masyarakat sekitar. Jika kampung tematik belum memberikan kontribusi pada ekonomi kreatif masyarakat sekitar, hal tersebut belum bisa dianggap sukses.
Bagaimana menurut anda, semoga program yang berbasis kampung ini memberikan kontribusi positif pada masyarakat sekitar.

Malang, 8 Januari 2022
Ditulis oleh Eko Irawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun