Kau sekarang bisa membuktikan ucapanku. Kubilang,"aku akan selalu ada untukmu." Itu bukan omong kosong. Gulung Koming aku memperjuangkanmu. Dan aku tak pernah kapok melakukannya.
Kita pun kembali menikmati pedestrian Malioboro. Hari ini kita akan kunjungi museum terbesar, setelah museum Nasional Jakarta. Kita kali ini, naik becak. Agar cepat sampai ke Sono Budoyo.
Tak disangka. Ini juga Jejak Thomas Karsten. Sang arsitek yang njawani, yang turut merancang Malang.Â
Rugi ke jogja jika tak mampir ke Sono Budoyo. Disitulah rekam jejak peradaban Jawa. Orang Belanda sekaliber Thomas Karsten saja mau nguri nguri, kenapa kita Jawa tulen, malah cuek dengan budaya Jawa.
Aku memang mengajakmu mesra dengan museum. Bagiku museum adalah hidup. Sama seperti menulis. Tak menulis ibarat tak hidup. Dan museum adalah inspirasi kehidupan itu sendiri.
Hari ini ada, karena terjadi kisah lembar lembar kemarin. Kisahnya jadi sejarah, penuh kenangan. Barang barangnya, jadi artefak, koleksi museum. Itu bukan kuno. Tapi itu mbois lop ilakes.Â
Mungkin kau harus terbiasa dengan passion ku. Kau harus bisa sinergikan diri, seperti aku menerimamu tanpa syarat. Tanpa alasan.
Kisah kita ini akan abadi. Karena ini kutulis. Kuabadikan dalam jejak langkah kita di Jogja. Aku dan kamu.
Masih ada waktu tersisa diawal Januari. Selepas nanti malam dialun alun Keraton Jogja. Nanti kita akan habiskan malam disana.Â
Sungguh masih banyak kisah yang ingin kutulis. Tapi disini, cukuplah menepi. Titik nol km jadi saksi. Museum Sono Budoyo akan menyimpan janji. Tentang dua anak manusia. Bersama di Desember 0 km Jogja. Kita akan merindukannya.
Djogja, 31 Desember 2021