Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Stri Nareswari #8 : Katuranggan Nareswari

27 Desember 2021   22:44 Diperbarui: 27 Desember 2021   22:45 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lanjutan dari novel prosa liris Stri Nareswari #8 : Kali ini mengangkat tema ciri wanita utama. Ini diperlukan pria yang sedang mencari jodoh dan bisa jadi inspirasi bagi para wanita.


Baca kisah sebelumnya di link berikut :
https://www.kompasiana.com/eko67418/61c2a21906310e44f9678423/stri-nareswari-7-ibu-para-raja

 Selamat membaca, semoga menginspirasi.
---------------------------------
Hamparan sawah di Jenggala, serasa menghipnotis. Akupun terlelap. Diatas balai bambu. Terlelap dalam tidur imajiner. Menembus ruang waktu. Yang jungkir balik.

Aku serasa berpindah, kelain tempat. Begitu cepat. Bukan sawah lagi yang kulihat. Tapi sebuah pelabuhan kuno. Kambang Putih. Orang cina menyebutnya Dhuban atau Chumin.

Pelabuhan ini sudah ada sejak jaman Airlangga. Jaman Kahuripan. Benar jika nenek moyang bangsa ini adalah pelaut. Dan aku tertuju pada kapal itu.

Sumber gambar: imarotuban.wordpress.com
Sumber gambar: imarotuban.wordpress.com

Pelabuhan antar negara. Kapal kapal besar berlabuh. Teringat akan Prasasti Kambang Putih, tentang Sri Maharaja Sira Mapanji Garasakan. memberi titah kepada penduduk untuk memperbaiki Pelabuhan Kambang Putih. 

Kelak serasa kulihat Panglima Kebo Anabrang, memimpin tentara Singasari berangkat menuju Melayu pada 1275. Armada laut yang hebat. Menghadang Ekspansi Sang Kaisar.

Aku ternyata menemui seseorang. Brahmana dari Jambudwipa yang bernama Danghyang Lohgawe. Kucari cari, diantara para pendatang asing itu. 

Seolah Bertemu Syah Rukh Khan. Artis Bollywood itu. Gagah dan setampan itu sang Brahmana. Tersenyum ramah dan mengucap salam.

Beberapa orang turut menyambut Sang Brahmana. Kami dipersilahkan menuju rumah terbesar di bibir pantai pelabuhan itu. Mungkin itu restoran internasional.

Minuman legen. Ada ampo. Becek Menthok. Dumpek dan kari rajungan. Semua khas Tuban. Tak lupa ada nasi. Menyambut para tamu hari itu.

Sang Brahmana tampak lahap menyantap hidangan. "Temani aku anandaku, aku akan ke Timur Kawi. Tapi itu nanti. Aku masih ada tugas di gunung Pawitra. Pada saatnya Nanti, aku akan menjumpai  MPU Purwwa." Kata sang Brahmana. 

Setelah rehat sejenak, sang Danghyang Lohgawe mulai memberi wejangan tentang Stri Nareswari.
"Carilah dia anandaku. Itu akan membuatmu bahagia."
"Ada Empat tipe perempuan antara lain padmini, citrini, sankini, dan hastini."

 "Tipe pertama, padmini memiliki ciri fisik: matanya seperti mata kijang dengan ujung-ujung kemerahan; hidungnya kecil dan bentuknya bagus; wajahnya bagaikan bulan purnama yang keemasan seperti bunga cempaka; lehernya halus dan luwes; buah dada yang penuh dan tinggi; pusarnya dikelilingi tiga garis lipatan; kulitnya halus seperti kelopak bunga sirsa; suaranya manis mengalun; kalau jalan seperti angsa; wataknya pemalu, menyenangkan, pemurah, setia, memiliki rasa keagamaan, dan bertingkah terhormat."

"Tipe kedua, citrini memiliki tinggi badan sedang, ramping, dengan pinggul besar; rambutnya hitam lebat; matanya lincah dengan bibir yang penuh seperti buah bimba; lehernya membulat seperti siput dan luwes; dadanya besar dan berat dengan badan yang lentur; suaranya seperti suara merak; jalannya seperti gajah."

"Tipe ini tidak begitu tinggi sifat spiritualnya. Namun, ia mahir dan bercita rasa tinggi dalam kesenian. Ia suka mengenakan pakaian dan perhiasan yang bagus. Ia pandai bicara dan bebas mengutarakan pendapat. Pandai mengatur urusan rumah tangga. Pun senang dikagumi laki-laki."

"Tipe ketiga, sankini, memiliki ciri-ciri berbadan kurus, tinggi, kekar, berdarah hangat, dengan lengan dan tungkai yang panjang; pinggangnya besar dengan buah dada yang kecil; di bawah kulitnya yang sawo matang terlihat urat-urat nadi; wajahnya berbentuk lonjong dan mendongak; suaranya serak; kalau berjalan cepat seperti terburu-buru; ia cerdik juga sopan. Meski begitu, perempuan tipe ini selalu mencari kesempatan untuk menguntungkan dirinya sendiri; ia egois namun tetap pandai bersikap seolah pemurah; ia punya sifat keras kepala dan buruk hatinya, namun mampu menyembunyikannya. Ia banyak bicara dan banyak makan."

"Tipe terakhir, hastini, bertubuh pendek, gemuk, buruk rupa; mulutnya besar dengan bibir yang tebal; matanya kecil dan merah; wajahnya pucat, tidak bersinar; lehernya pendek atau kalau panjang bentuknya bengkok; kalau berjalan pelan dan tidak enak dilihat; sifatnya kejam dan tak punya malu."

"keempat tipe perempuan mungkin saja mewakili empat kasta dalam Hindu: Brahmana, Ksatrya, Waisya, dan Sudra." 

"Putri yang digambarkan dalam teks sastra dan relief candi masuk ke dalam tipe citrini. Sementara para pengiring putri dan putra raja atau para emban dimasukkan dalam kriteria hastini."

"Seperti perkawinan antara Semar dan Nini Towok dalam teks Sudamala. Keduanya digambarkan sangat bernafsu dalam seks. Nini Towok digambarkan jalannya pelan dan perutnya gombyor. "

"Dalam relief kisah Arjunawiwaha di Gua Selomangleng, Tulungagung, tokoh Panakawan, baik perempuan maupun laki-laki digambarkan berbadan serba gemuk dengan mulut lebar dan bibir tebal."

"Contoh perempuan tipe padmini terdapat dalam teks Sri Tanjung. Ia merupakan perempuan yang tinggal di sebuah wanasrama. Ini mengacu pada kasta Brahmana. Ia digambarkan pula sebagai perempuan berkulit halus, cantik, tenang, dan jalannya seperti angsa."

"Prasasti Kayumwunan (824 M) yang menyebut Pramodyawarddhani, permaisuri Rakai Pikatan, raja keenam Kerajaan Medang (Mataram Kuno) cara berjalannya seperti angsa, suaranya bagaikan tekukur, matanya bagaikan menjangan. Ciri ini lebih mirip dengan tipe padmini."

"Dalam Prasasti Pucanan (1037 M). Prasasti ini melukiskan Sri Isanatunggawijaya bagaikan seekor angsa yang mempesona karena tinggal di telaga Manasa yang suci."

"Pramodhawarddhani maupun Isanatunggawijaya adalah putri raja yang sangat taat pada agama sehingga lebih pantas dimasukkan ke dalam tipe padmini atau mereka tipe perempuan paling baik yang di dalam bahasa Jawa disebut dengan padmanagara."

"Itulah ciri ciri utama Stri Nareswari. Pelajari anandaku. Ini dasar utama. Pelajaran lanjutan, akan disampaikan Mpu Purwwa, sahabatku"

Pembicaraan usai. Sang Danghyang Lohgawe memohon ijin untuk meneruskan ke Pawitra. Menanti petunjuk semesta. Kejayaan Negeri Nusantara.

(Bersambung)

Malang, 27 Desember 2021

Ditulis oleh Eko Irawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun