Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Margasmara

11 Desember 2021   02:50 Diperbarui: 11 Desember 2021   02:54 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bermain hati itu, berbahaya. Penuh intrik. Saat iya, bilang tidak. Saat tidak, bilang cinta. Tafsir linglung pujangga asmara.

Tapi tanpa cinta, hidupmu tandus. Padang pasir tanpa air. Gersang. Panas. Hanya siluet fatamorgana. Bahagia palsu dalam sepi yang diratapi sendiri.

Margasmara. Jalan asmara anak manusia. Fitrah suci yang datang, tanpa bisa ditolak. Tersakiti jika pergi, tak bisa ditahan saat sirna. Jalan ini, harus dihadapi. Sebagai pilihan, tanpa ego.

Wanitaku, engkau laksana merpati. Manis nan jinak. Tapi menangkapmu butuh perjuangan. Memilikimu, butuh cerita tangis. Bukan tangis buaya, tapi ratapan putus asa.

Jika aku Ken Angrok. Maka jadilah aku sang Pengguncang. Tuah Sang Gandring akan bicara. Demi stri Nareswari sejati. Harus jadi milikku. Untuk bahagia bersamamu.

Biarlah dunia rasan rasan, aku bajingan. Aku penipu. Aku buaya. Aku garangan. Kau tak pernah tahu. Itu kata orang. Rasa ini dari hati. Bukan dari prasangka. Apalagi bacot para pecundang iri, yang menyebar fitnah.

Kau bisa miliki aku. Bawa aku pergi. Tinggalkan semua jerat para bangsat. Dunia ini, sudah bejat. Berisi para nyinyir munafik. Lambe turah sok suci, tapi berhati iblis.

Kau percaya siapa. Ini tentang aku dan dirimu. Bukan berdasar, apa kata bacot sok baik, tapi ahli ghibah. Kau pikir, kita dikasih makan mereka? Para ahli pintar omong, tapi hanya pandai menghujat.

Margasmara. Ini jalan takdir kita. Dipertemukan dalam beban kisah masa lalu yang pahit. Ingat, ini jangan samakan. Dengan yang sudah berlalu. Bagiku, ini bukan tentang dulu. Tapi ini lembar baru. Milik kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun