Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Minggat

25 November 2021   21:58 Diperbarui: 25 November 2021   22:01 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Minggat dokpri Eko irawan

Minggat. Itu jawaban terakhir antara aku dan kamu. Cinta ini sudah bulat. Sepakat. Tapi apalah daya. Masih banyak berjuta alasan. Yang menghambat. Satunya hati, satunya cinta. 

Aku lelaki yang jatuh cinta. Ini milikmu. Tawaranku untukmu. Kau bisa miliki aku. Aku menyerahkan diri padamu. Kurela hidup model apapun. Untukmu. Perempuanku.

Haruskah aku jadi orang gila. Demi mengharap balasan cintamu. Aku tahu, kau wanitaku. Yang jatuh cinta padaku. Lelakimu. Tapi...

Akulah cinta yang kau harapkan. Cinta yang penuh kasih. Tanpa alasan. Tanpa ragu. Menerimamu. Tapi, cinta ini, datang diwaktu yang salah. Hadirku, membuatmu ragu ragu.

Bimbangmu membuatmu terdiam. Terpaku dalam sedih yang panjang. Menggantung diriku. Antara iya dan tidak. Tak diterima. Tapi bersama. Ditolak, tapi tetap ada. 

Aku tak mungkin pergi. Apalagi sendiri. Itu sama halnya menyuruhku bunuh diri. Cinta ini sudah jauh. Terlalu dalam untuk diakhiri. Ini rasa. Bukan dolanan. Jika kau suruh aku melupakanmu. Itu sungguh tak mudah.

Kita memang sudah sama sama nyaman. Tak terpisahkan. Menyatu. Saling melengkapi. Sempurna. Kau pasti tak rela aku diambil wanita lain. Jujur kau tak tergantikan. Oleh siapapun.

Kau juga cemburu. Kau kira aku bilang kangen pada semua wanita. Tak mungkin. Ucapan itu mahal. Yang peka, akan mengejar. Menangkap aku. Dan tak akan dilepas. Mereka tahu, tapi engkau tidak.

Kangenku padamu mahal. Spesial. Bukan barang obral murahan. Tapi kasihan kangen ini. Karena hanya pesan yang tergantung. Dibiarkan terlunta. Tanpa pemilik.

Dan pemilik mutlak kangen ini, dirimu. Hargai atau campakkan. Itu pilihanmu. Hakmu. Tapi aku akan berikan yang terbaik. Sekalipun aku tersakiti. Dibiarkan dalam sendiri yang tiada akhir.

Andai kau tahu tangisku. Aku bukan cengeng. Aku setia menunggumu. Dalam waktu waktu yang terus menggerus rasa. Bukan tambah nikmat. Tapi aku tambah sengsara. Ditempat yang tak layak dianggap rumah. Tanpa dinding. Kadang dalam kelaparan. Hingga fajar menjelang.

Duniaku sudah berubah jadi dunia sepi. Aku hanya menunggu dan menunggu. Terdiam ditempat terasing. Kadang temanku hanya nyamuk ganas. Yang menghisap darah. Dikeroyok tanpa ampun.

Kadang kucing kucing liar memandangku. Tanpa kedip. Entah kasihan atau apa. Aku bagai manusia tak berguna. Sendiri dalam tafsir. Untuk apa. Untuk siapa. Termenung di barak sepi.

Bukan tentang suatu hari. Ini sudah berhari hari. Memutar bulan. Menuju tahun ke tahun. Aku bertahan demi dirimu. Demi sebuah jawaban ternekad dari dirimu. Mewujudkan cinta ini.

Nyaman tanpa status. Cinta tanpa memiliki. Apapun bahasamu. Aku siap. Tapi jangan usir aku. Jangan biarkan aku mati tanpa dirimu. Semakin hari, aku semakin didera sedih. Hanyut dalam teka teki. Yang mubazir.

Cinta itu tak salah. Tuhan mengirim rasa. Jika ditolak, akan menanam sengsara. Nikmat yang tak diakui. Ada, tapi tak ada. Membiarkan sang pencintamu, dalam selimut. Tapi tetap kedinginan. Yang sendiri.

Sayangku, kau tahu aku. Paham diriku. Kau juga sayang padaku. Kau mengerti diriku. Keluh kesah ku. Semua tentang aku kau tahu. 

Akupun siap untuk dirimu. Aku siap dalam apapun pintamu. Kurela memeluk mawar berduri. Rela terluka tanpa terobati. Tapi jangan kau tipu dirimu. Dengan dalil dalil yang kau tak sukai.

Minggat. Jika itu harus. Kurela. Kusiap. Bawalah kupergi. Sejauh mungkin. Aku siap bertaruh. Walau hina Dina hidupku. Tapi demi dirimu, ku ikhlas.

Minggat. Itu pilihan. Aku hanya ingin diberi tempat. Walau hanya sekedar meminjam. Hanya sementara waktu. Tapi itu sudah dihargai. Sekalipun tak mulia dihadapan semesta.

Demi cinta ini. Drama ini, panggung kepercayaan. Aku tak mau tipu diri. Jika kumencintamu. Segeralah jawab duhai cintaku. Seperti aku menjawab tantangan ini. Agar sepadan. Dan menjadi nyata. Karena ini milikmu. Selamanya.

Malang, 25 November 2021

Oleh Eko Irawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun