Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dinda Siapa Dinda di Mana

13 November 2021   22:45 Diperbarui: 13 November 2021   22:50 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dinda siapa Dinda dimana dokpri

"Nda, aku kangen," itupun terkirim padamu. Berharap mendapat jawaban. Tak perlu panjang. Cukup kata, "iya." Dan betapa berbunganya hati ini. Gembira hingga ujung langit. Tapi itu......

Malam itu aku kembali duduk dibale bambu. Sendiri. Merenung. Sama, seperti malam malam kemarin. Menunggumu, mengajakku pergi. Sejauh mungkin. Dan lupakan segalanya.

Dingin sisa hujan barusan. Segelas kopi menemani. Mulai dingin. Sedingin semilir angin yang mulai menembus jaket lusuhku. Aku seorang pecinta yang hanya bisa menunggu dan menunggu.

Pesonamu sungguh luar biasa. Kau tetap bidadari tercantik. Ini bukan rasa tipu tipu. Semakin hari, aku semakin sayang padamu. Kukorbankan waktu waktuku untukmu. Hanya menunggu dan menunggu.

"Aku pingin nekad."

"Ayo Nda, kita pergi saja."

Tapi dan sejuta tapi. Sungguh menunggu itu siksa. Jika aku pergi sendiri, itu sama saja bunuh diri. 

"Aku ingin sama kamu."

Untuk apa aku pergi, karena disana tak ada Dinda. Hanya Dinda dan Dinda nafasku. Tanpa Dinda, akupun mati. Abadi membawa cinta Dinda.

Jam terus berputar. Hingga tengah malam. Larut dalam kabut dan gerimis malam. Tak mungkin aku jadi lelaki gila. Dunia bahagia bersama Dinda hari itu telah habis. Bukan pergi untuk selamat tinggal, tapi pulang untuk kewajiban. 

Menangis sepanjang jalan. Kenapa hidupku jadi drama. Yang tak laku dijual. Tapi melukai tambah dalam. 

"Nda, Kamu dimana?"

Jauh menembus malam. Bergulir dari hari ke hari. Terulang dan kembali dalam siklus yang tak kumengerti. Kenapa aku setia pada omong kosong ini. Setia pada kepastian yang jelas. Bahwa aku sebenarnya tak memilikimu. 

November rain. Tahun kedua kita bersama. Dalam hujan dan cerita yang semakin dalam. Aku tetap seorang penipu dimatamu. Tapi kau sudah membawa cintaku. Kepercayaan ku. Bagiku, kaulah kekasihku. Selamanya.

"Cinta ini tak salah. Tapi cinta ini...." Iya, itu jika kita berdua membahasnya. Tak ada titik temu. Kita sama tahu. Kita sama paham. Jika aku bersamamu, aku tak akan terlantar. Aku akan sempurna.

Kenapa?

Karena Dinda mengerti aku. Memahami aku. Dan aku nyaman bersamamu. 

Kita berdua bisa saling mengisi. Dinda itu bisa membuat aku serasa berharga. Aku tumbuh bersamamu. Kau terus membuatku bermakna. Karena itu, aku bertahan. Sekalipun aku ini kekasih tak dianggap.

"Ayo Nda....."

Kau nyata ada. Kau bisa membuat aku luar biasa. Jika kita menyatu, pasti bisa. Tapi.....

Dan besoknya, aku kembali pulang untukmu. Menjemput malam dalam cerianya bayang. November lalu, hingga November ini. Terhitung dalam derap asmara. 

"Kau sebenarnya mencintaiku"

Iya, aku bisa merasakan. Saat Dinda yang lain mulai mengambil ragaku. Kau tak pernah rela. Kau tak pernah mau melepasku. Kau ingin miliki aku, untuk dirimu. Tapi.....

Dinda siapa Dinda dimana. Itu simpul terakhir putus asa ini. Aku dan dirimu terjebak simalakama. Andai sepakat, ayolah pergi. Kita tinggalkan semua ini. Untukmu aku rela.

Malam ini mulai hujan. Ternyata aku tetap seorang diri. Yang menunggu. Berjuang untuk memilikimu, tapi tak bisa. Tetap menunggu dan tak pernah terjawab, sampai kapan. 

Kau tetap Dinda terbaik. Dinda yang lain, memang kuasai ragaku, tapi Dinda dirimu, kuasai jiwaku. Aku terbelah. Cinta ini kandas dalam dua Dinda. Tak tahu Dinda siapa. Dinda dimana. Yang kelak akan kumiliki. Hingga ajal menjemput.

Aku terus mencarimu. Aku menunggumu. Jika tiba waktunya, bawalah pergi. Itu saja pintaku. 

Malang, 13 November 2021

Oleh Eko Irawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun