Gocil. Itu namamu. Dulu kau kucing kecil. Anak dari ibu belang telon. Nakal, tapi sang penghibur dirumah saat galau.Â
Tak terasa ditahun ke-4, kau menghilang. Entah kemana. Tapi itu pilihan hidupmu. Dua hari lalu kau pulang. Tidur di keset, di dapur belakang. Kau seperti tak mengenaliku.
Hampir tengah malam. Kupulang dalam lelah. Setelah sepanjang hari mengais rupiah. Pintu tua itu Kubuka. Dan kau ada disana.
Tapi kau takut derap sepatuku. Kau berdiri dan sembunyi dibalik kursi. Dulu kau selalu menyambutku. Menungguku pulang. Untuk sebungkus biskuit kesukaanmu.
Kau selalu nangkring di jendela. Turun dan menyambutku datang saat tengah malam. Namun malam itu kau bertingkah beda. Kau tak menemui ku. Kau tak menungguiku melepas sepatu.
Saat penatku sirna, kembali kumencarimu. Kau sudah pergi. Tiga bulan ini kau sudah tak pulang. Tapi kugembira. Pertemuan sekejab tadi, kulihat kau tampak gempal. Tubuhmu lebih bersih. Kangen juga padamu. Tapi kau lebih nyaman, entah dimana.
Tetap sehat ya. Kini aku ditemani kucing yang terus datang dan pergi. Rumah ini, rumah yang selalu didatangi. Mereka datang. Namun ada masanya pergi. Ya, kau punya 4 tahun kisah tinggal disini.
Lain waktu datanglah. Aku selalu siap dengan biskuit kesukaanmu. Tak perlu kau pergi. Tapi jika itu pilihanmu, aku tak mengapa. Sekalipun aku rindu manjaku.
Tumpang, 11 NoVember 2021
Oleh Eko Irawan