Kenapa aku malas menulis? Jawabnya adalah karena aku banyak alasan. Itu jawaban pokok dari sejuta alasan alasan yang kita buat sendiri. Untuk apa membatasi diri dengan berjuta juta alasan yang endingnya hanya memenjarakan diri dalam box yang kita ciptakan untuk diri sendiri. Hal tersebut hanya sekedar menipu diri  atas kosongnya hasil karya yang kita buat. Penasaran? Berikut ulasannya.
Terlalu banyak pertimbangan.
Seorang content creator, termasuk penulis selalu ingin sempurna karya yang dibuatnya. Itu wajar, karena hasil yang diinginkannya adalah karya master piece terbaik. Sebuah ide brilian kadang lewat dan kita ingin menulisnya.Â
Kita tak bakalan tahu apresiasi apa yang kelak didapat dari karya tersebut. Namun belum menulisnya, terkadang kita sudah khawatir berlebihan tentang penting tidaknya tulisan dimaksud. Terlalu banyak pertimbangan adalah cara mudah membunuh kesempatan yang kenyataannya hanya datang sekali saja.
 Tak mampu menghargai waktu adalah penyakit kronis semua conten kreator. Ide lewat tak dikerjakan dan dicatat, sekejab pula kita kehilangan moment terbaik.Â
Ibaratnya penulis itu adalah jomblo cari pacar. Kebetulan ada cewek memikat sudah berada di depan mata. Apa yang harus dilakukan? Samperin, ajak kenalan dan minta nomer whatsappsnya. Gampang bukan? Dilain waktu tinggal chat dia untuk janjian bertemu dan pendekatan. Itu jomblo yang fast respon. Ndak pake lama.Â
Namun banyak jomblo merasa harus menunggu waktu yang tepat dahulu. Iya kalau besok bertemu lagi sama dia. Kalau tidak? Tentu hilanglah kesempatan berharga tersebut.Â
Penulis menangkap ide juga demikian. Semakin panjang alasan yang dibuat, output karyanya juga tertunda semakin lama dan hilanglah moment yang tepat waktunya.Â
Pertimbangan memang harus dipikirkan, tapi jangan lama lama. Karena ide itu hanya mampir sebentar. Jika tak ditanggapi, ide itu kadaluarsa.Â
Jadi bangunlah tujuanmu dan miliki prinsip pokok dari setiap tindakanmu. Ini tentang kamu sendiri, kebutuhanmu dan tak perlu menunggu nasehat pihak lain untuk bertindak. Kuncinya, bertindak cepat dengan tetap memperhatikan tujuan dan prinsip pokok yang sudah dibuat.Â
Tak kenal diri sendiri.
Pernahkah kamu berkompromi dengan dirimu sendiri ? Kita kadang terlalu egois dan mau menang sendiri tanpa mendengar suara hati kecil kita. Kita kejar suatu rencana dengan gelap mata. Kita seperti tak kenal diri kita sendiri. Setiap pribadi, sebenarnya punya passion unik masing masing. Itu tak dikelola dengan baik, karena kita ternyata tidak kenal diri kita sendiri.Â
Tak ada me time untuk diri sendiri. Wal hasil, kita menerapkan standar orang lain untuk diri kita sendiri. Tentu tidak maksimal. Saya tak mungkin meniru sama persis penulis idola.Â
Jika sekedar copy paste bisa. Tapi kedepannya kamu tak punya branding kamu sendiri. Kamu dikenal sebagai penulis bergaya dia, dan potensi dirimu sendiri diabaikan.Â
Jadi tulis saja, sesuai kata hati. Saat idemu tiba tiba kandas dan terhenti, sebenarnya kamu takut dan khawatir berlebihan. Sempurna itu hanya milik Tuhan. Mulai sekarang jadilah dirimu sendiri, karena itulah kekuatan super powermu yang khas. Tak perlu jauh jauh, gudang terhebat itu ada di dirimu sendiri.
Malas baca, malas bertanya dan tak punya teman bicara.
Membaca adalah cara penulis membangun pusat data di kepalanya. Sumber informasi itu tersebar di banyak lokasi dan tempat. Jika tak ada teks literasi yang kamu cari, maka jangan malu bertanya pada orang lain. Kita kadang malu bertanya. Kita pilih pilih orang untuk bertanya. Kita sudah sok jagoan dan sudah memutuskan sesuatu sebelum bertindak. Padahal pepatah mengatakan, malu bertanya, sesat dijalan.Â
Dan yang lebih urgen dari seretnya output karya kita adalah, ternyata kita sering menilai orang lain itu under dog dan kita berkumpul dengan orang orang yang salah.Â
Saya kadang dinilai sebelah mata oleh seseorang, bahkan oleh teman saya sendiri. Siapa sih kamu, kok ngasih tips segala? Kita kadang menilai orang lain under estimate.Â
Padahal di luar sana, banyak sumber data super dahsyat yang dimiliki orang biasa yang menurut kita kelas rendahan, padahal dia itu utusan Tuhan yang punya keajaiban.Â
Dan celakanya, kita juga salah pergaulan. Jadi jika ingin prodoktif menulis, bergabunglah dengan para penulis. Miliki sahabat yang satu frekuensi. Yang punya energi positif. Penulis memang sibuk dengan dirinya sendiri. Tapi sempatkan bertemu orang lain. Kita masih makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Jadi teman bicara itu, tetap diperlukan.Â
Inilah sekelumit cerita kenapa penulis itu kadang malas menulis. Semoga tulisan ini menginspirasi. Secara teori memang ada faktor teknis dan non teknis yang jadi kendala.Â
Tak punya laptop atau komputer adalah faktor teknis, sedang yang non teknis adalah penulis bersangkutan sedang kena masalah asmara dan keuangan.Â
Misal pacar sang penulis lagi butuh duit 500 ribu. Mungkin itu jumlah yang kecil bagi menengah keatas, namun bagaimana jika dia penulis freelance yang gratisan yang dapat duwit dari sektor lain? Tentu itu sangat meresahkan dan membuyarkan konsentrasinya berkarya.Â
Malas menulis memang disebabkan banyak alasan. Kita buat penjara buat ruang merdeka kreatif diri kita sendiri. Saran saya, jadikan menulis itu Hobby. Dalam dunia Hobby tak ada istilah alasan. Semahal dan sesulit apapun, Hobby tetap jadi motivasi yang menyenangkan. Tak ada mahal dan sulit dalam Hobby, karena Hobby itu passion yang menyenangkan.
Bagaimana dengan anda?
Malang, 2 November 2021
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H