Jadi inilah yang patut dibanggakan karena ini satu satunya museum Interaktif ala historical Reenactment  dan di Indonesia hanya ada dimalang. Hal hal mengenai perjuangan kemerdekaan tak hanya di kota malang banyak diteliti secara detail, dan hasil karya yang dirintis sejak 2007 itu bisa disaksikan di Museum Reenactor Ngalam di kelurahan Sumbersari kota malang.Â
Perjalanan haritage ala Reenactor ini tidak melulu di kampung Sejarah, dimana sumbersari pada masa agresi adalah markas komando gerilya kota, tapi juga merambah hingga Surabaya, jogjakarta, Semarang, Bandung dan Jakarta.Â
Di malang sendiri, Reenactor sudah support gelaran Malang Tempo dulu, sebuah giat unik yang dilaksanakan beberapa waktu lalu di kota malang. Bahkan dandan ala Reenactor ini jadi semacam life style para Reenactor, termasuk penggunaan jaket ala pejuang hingga model sepatu. Jadi keaktifan Reenactor di kota malang bukan tiba tiba muncul, tapi sudah dirintis sejak 2007.
Membangun Ekosistem itu...
Pejuang haritage ala Reenactor ini bukan ide murahan, karena untuk dandan lengkap dari topi hingga sepatu, ternyata butuh biaya lumayan besar. Reenactor Ngalam ini dibangun secara swadaya oleh Reenactor sendiri termasuk kegiatan kegiatannya. Untuk gedung dan tanah yang digunakan untuk museum, merupakan Asset dari Pemkot Malang yang diberikan pada kampung sejarah sebagai salah satu pemenang lomba kampung tematik di kota malang.
Pengalaman adalah guru terbaik, dan pengalaman impresi pejuang ini kami rasakan hampir disemua kota bertema haritege di pulau Jawa. Saat kami di Jogja dengan dandan ala pejuang, banyak wisatawan meminta foto bersama kami dan menjadikan kami bak foto model. Disurabaya, solo, Semarang, Ambarawa hingga Jakarta apresiasi ini kami dapatkan sambutan meriah. Namun di kota sendiri, saat kami mengadakan tour foto session di  kayu tangan, dijantung Malang city of haritage, ternyata tak ada yang ngajak kami foto bersama. Hanya beberapa orang yang melakukannya. Kenapa ya?
Saya memang merasakan ekosistem dengan atmosfer yang berbeda saat tampil di kota sendiri. Apresiasi, sosialisasi dan pengenalan menurut saya belum sampai pada esensi menciptakan sebuah ekosistem yang nyaman untuk berkarya. Kami sadar, tanggung jawab ini tidak akan mampu diletakan dipundak Reenactor sendiri yang notabene berswadaya dari kantong sendiri. Tentu dimasa mendatang, dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak untuk mengangkat potensi para pejuang haritage ini menjadi sesuatu yang membanggakan.Â
Membangun sebuah ekosistem haritage memang tidak bisa parsial, tapi harus terintegrasi dari semua unsur. Kolaborasi cantik tapi pemberdayaan semua unsur adalah cara menumbuhkan kegiatan yang lebih menarik di masa mendatang.