Namun ternyata kita terjebak dengan idealisme dunia yang kita ciptakan sendiri. Contohnya saya ingin menulis sebuah kerajaan antah berantah disuatu pulau. Ini peta pulaunyaÂ
Kenapa saya menggambar pulau? Karena nantinya saya harus mampu menceritakan nama kota, adat istiadatnya, penduduknya dan arah jika bepergian itu kemana. Lucu jika saya bercerita ngawur, karena ibukota kerajaan itu ditepi laut disebelah Utara, tapi suatu saat tanpa panduan peta, saya lupa di Utara ada gunung. Kan runyam. Katanya utaranya laut, kok jadi gunung?Â
Akhirnya itu hanya jadi peta yang sudah saya buat 10 tahun lalu, hingga sekarang belum pernah jadi karya fiksinya. Sudah ada beberapa chapter, ndilalah Ndak nyambung.Â
Dan masuklah laci sebagai project suatu saat nanti. Lebih baik menulis fiksi dilatar belakangi oleh kondisi nyata suatu daerah. Seperti serial novel lupus, novel idola saya saat remajaÂ
Saya penggemar tulisan Hilman Hariwijaya saat remaja. Gaya tulisan saya mencoba copy paste beliau. Tapi apa daya, tulisan saya tidak pernah terbit dimajalah remaja waktu itu.Â
Padahal waktu itu, kirim naskah harus ketik manual dan kirim via pos. Lumayan mahal bagi kantong anak SMA, Harus puasa tidak jajan dan naik angkot demi kirim tulisan.Â
Dan Alhamdulillah, tidak terbit. Makanya saya heran, remaja sekarang kok nulis saja ogah, padahal smartphone di genggaman adalah media canggih menerbitkan suatu karya. Sudah dikasih kemudahan, kok masih banyak alasan.Â
 Kembali ke tema, ternyata pengalaman panjang ini membuat saya introspeksi. Penulis fiksi harus punya bangunan fiksinya seperti apa, lengkap dengan segala isinya. Beberapa karya puisi bersambung saya, malah terputus seri karena saya terjebak dalam dunia yang saya ciptakan sendiri. Seri selanjutnya gagal tayang karena moodnya sudah sirna. Saya sadar, saya penulis yang independen, tak ada pihak lain yang minimal mengingatkan saya untuk melanjutkan seri selanjutnya.Â
Jadi buat para penulis genre filsiana, sudah selayaknya punya master plan tertulis rencana dunia yang sedang dibangunnya. Saya punya, dan ternyata saya tetap terjebak kembali di dunia antah berantah. Belakangan malah saya terjebak dalam Hobby diecaster, Hobby saya sejak kecil, main mobil mobilan.