Alas pakis jadi saksi. Melihat dua hati terpaut. Dalam amanat. Yang tak bisa direvisi. Doa ibu yang sudah di surga. Agar aku dan kamu, bersama. Dalam bahagia.
Tak mungkin ibuku berbohong. Ibuku melihat jauh menembus masa. Doanya diijabahi Illahi. Kapan lagi patuh dalam titah. Ini kunci bahagia. Kapan lagi membuat ibuku tersenyum, dialam sana. Dan itu bersamamu.
Ini bukan kongkow ABG. Bukan sekedar ngopi bersama di cafe ditengah hutan. Aku sedang ingin bicara padamu. Bahwa cinta ini tulus untukmu. Untuk masa depan. Bukan sekedar lelucon. Karena ini bukan cinta remaja.
Cinta ini kuperjuangkan. Cinta ini hadir untuk jadi berkah. Kebersamaan ini hikmah. Yang merubah hidup, jadi kembali bergairah. Kau masa depanku. Kau semangatku. Kau ada karena inilah jalan takdir terindah. Pilihan semesta.
Kita mencari apa. Yang ada itu, aku dan dirimu. Skenario langit cerita bumi. Haruskah tertolak, oleh ego yang membuat sengsara. Sendiri sendiri itu siksa. Dan bersamamu itu pilihan. Bukan paksaan.
Saat Kuasa Tuhan memberkahi, maka jadilah. Kuasa semesta alam memberi jalan. Akankah kita menolakNya. Panji Panji Illahi sudah menyambut. Ini ibadah. Jalan terbaik, jalan kepasrahan. Dan itu milik kita. Aku dan dirimu.
Bukan cinta remaja. Sepakati dalam derap langkah. Jalani dalam tulusnya kesungguhan. Dengan menyebut Asma Allah. Terimalah berkah ini, karena ini untuk kita yang memperjuangkannya.
Malang, 5 Oktober 2021
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H