Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kodemu Halan Halan

26 Agustus 2021   23:36 Diperbarui: 26 Agustus 2021   23:39 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa maumu. Apa maksudmu. Aku menasehatimu. Kehormatanmu harga dirimu. Jangan diobral gratis atas nama cinta. Kau manusia terhormat. Bukan binatang tanpa syariat.

Kau anggap aku mengganggumu. Katamu, aku menghalangimu. Lalu Aku siapa menurutmu. Aku Sudah tak kau hargai. Syariat agamamu sudah kau lecehkan. Tapi kau minta dibenarkan.

Kau hanya mau senang senang. Seperti binatang jalang. Ada yang halal kau campakkan. Yang haram kau tempuh tanpa takut Karma Tuhan.

Katamu reuni. Tiap malam chattingan. Vicean. Telponan. Nyanyi bareng lagu kenangan. Mesra banget. Nunggu dia datang liburan. Menemuimu.

Katamu takut bertemu dengannya. Tapi kamu bohong. Hari itu kamu ketemuan. Dijemput dan makan bakso berdua. Pulangnya kau mesam mesem. Besok kau bilang pamit reunian, kodemu halan halan.

Sungguh diriku ditipu. Aku berangkat menjemput rejeki. Untukmu, tapi Kau mau mantap mantap. Dengan lelaki lain. Sungguh mulia perbuatanmu. Memburu nikmat birahi, diranjang ternoda.

Resepsionis hotel itu. Jadi saksi. Kamar pojok lantai dua. Sejuk semilir dari jendela. Agar sejuk saat bergulat. Terkutuk perbuatanmu. Bejat kelakuanmu. 

Mana ada reuni berdua dikamar. Kau alasan berangkat sendiri. Dan janjian di loby itu. Alasannya, dia tak paham arah. Katamu kau kesitu naik becak. Kau kira aku tak tahu? Kau dijemput dengan motor putih itu. Berangkat berdua, melewatiku. Berpeluk mesra, seperti pasangan muda.

Masuklah kamar. Mau berbagi lezat bersama yang tak berhak. Ku WhatsApp lelakimu. Kubilang, Kalau gentelment, turun. Jangan jadi pengecut. 

Resepsionis itu, melarangku masuk. Itu rahasia konsumen yang harus dijaga. Disangka aku mau bikin onar. Tapi bukan itu mauku. Dan kau menuduhku mengganggu. Menemuimu mau mantap mantap dengan pria idaman lain.

Tak jadilah nikmat terkutuk. Tuhan yang Kau sembah, tak akan meridhoi bejatmu. Muliakah perbuatanmu itu? Dalil apa lagi yang akan kau dustakan? Pembenaran apa lagi yang akan kau ciptakan? Bohongmu membuka aibmu.

Kau minta dibenarkan. Dan aku yang membela kehormatan mu, harus salah. Dijadikan tersangka. Tak ada api, kalau tak ada asap. Seolah akulah bajingan, yang harus diadili. Balas dendammu demi kepuasanmu. Dan kau bangga dengan dosamu.

Lelakimu bermuka masam. Nafsu binatangnya tak tersalur. Sudah bayar sewa kamar, tak jadi ngamar.  Tak jadi siram benih surga. Tapi ditaman terlarang. Apa kau kira itu amal mulia, sedekah yang dipuja para iblis. Dia mengutuk aku, dan kau membelanya. Sebagai pengganggu senangmu. Bersama selingkuhanmu.

Katamu, dia lelaki mulia. Lelaki baik hati yang ahli sedekah. Ahli ibadah, tapi tiduri istri orang. Itukah yang kau bela? Dia menodaimu dengan dosa. Tapi kau bela laksana malaikat. Yang pahalanya sundul langit. Surga yang mana yang kau pilih?

Alasanmu reuni. Kodemu halan halan. Berdua saja, lawan jenis. Ketemunya dikamar hotel. Tujuannya mantap mantap. Mengumbar birahi. Waraskah dirimu? Pantaskah perbuatanmu? Kau seorang ibu. Muliakah kelakuanmu, Dimata keadilan semesta ?

Kau sudah tak pantas diperjuangkan. Kau tak menghargaiku. Tuhan mencatatmu. Langit bumi saksinya. Itu, tak termaafkan. Jangan bilang itu dulu, sekarang sudah tobat. Itu sakiti perasaanku. Apalagi kau tak Sudi minta maaf. Mengatakan cintaku tai. Seolah itu perbuatan maha benar, yang diridhoi. Aku sudah menasehatimu. Tapi kau meremehkan tuntunan Illahi.

Itu terjadi suka sama suka. Mau sama mau. Kau sudah gila, melakukan perbuatan terkutuk. Itu terjadi karena kau mau. Secara sadar. Tak dipaksa. 

Sungguh kehormatanmu kau gratiskan atas nama cinta. Dinodai dalam lumuran dosa. Kau bangga melakukannya. Kau bela yang merampok kemuliaanmu. Kau hinakan yang menjaga kehormatanmu. Sungguh lebih mulia pelacur. Pulang dibayar. Kau dapat apa?

Ternoda. Itu tak termaafkan. Kau tak bisa dipertahankan. Pergilah saja. Karena dirimu, merendahkan martabatmu sendiri. Apa yang akan dibela, didepan Tuhan yang kau sembah? Kau telah melampaui batas. 

Maaf aku tak bisa terima sisa binatang. Gelas kehormatanmu, sudah diaduk aduk pejantan laknat. Tak termaafkan, hingga akhirat. 

Aku angkat tangan, untuk Kelakuan bejatmu. Itu urusanmu sendiri, dengan Tuhan yang kau sembah. Selamat jalan, kita beda pilihan, kita harus berpisah. semoga kau diampuni, karena maafmu sudah terlambat dialtar keadilan Illahi.

Malang, 26 Agustus 2021

Oleh Eko Irawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun