Malam semakin larut. Dalam lelah cerita hari ini. Tentang cita cita. Langkah yang dilalui. Dan hasil yang belum jua hadir. Menyatu dalam kesepian. Sibuk dalam kisah yang belum usai. Tentang hidup sekali saja. Mengeluh bukan gayaku. Semangat tanpa sambat. Menyambut asa.
Tentang receh yang belum terkumpul. Berpadu dengan hati yang tersakiti. Semangat yang terkadang padam. Oleh jejak jejak laknat. Aku diam dilecehkan. Dianggap tak punya sikap. Aku protes dianggap marah. Ini apa. Hanya kisah tak penting. Tapi membunuh gairah berkarya. Gairah menjemput rejeki. Yang terhalang.
Dunia lelaki kesepian. Yang terpenjara prasangka. Dikira aku bodoh. Plonga plongo. Bisa diakali. Bisa dipecundangi. Bisa dibully. Dan ditertawakan. Oleh bajingan bangsat. Sang sutradara. Dibalik kepergianmu. Kekasihku.
Kadang aku ingin pergi. Tapi pergiku selalu dikritik. Katanya foya foya. Padahal aku menangis. Tapi kenapa istirahat sejenak saja dipermasalahkan. Apa aku salah. Apa aku harus tunduk pada sihir jahat. Yang melarangku hidup senang. Hidup bahagia. Dengan caraku sendiri.
Apakah ini karma. Tapi aku salah apa. Kau hanya salah paham. Menilaiku. Pembenaran agar benar tindakanmu. Meninggalkanku. Dalam kesepian. Adilkah? Tapi kenapa yang kau tuntut aku. Dengan segala celotehmu. Untuk apa? Untuk siapa?
Dunia lelaki kesepian. Berteman rokok kretek. Mabuk masalahku sendiri. Tentang Perempuanku yang pergi. Cinta ini sudah engkau khianati. Dan kau pergi dengannya. Meninggalkanku dalam sepi.Â
Sungguh masalah ini datang terus menerus. Menumpuk dan bertubi. Satu belum usai, telah muncul lainnya. Satu tanpa solusi, datang problem lainnya. Akhirnya jiwa ini error. Tak mampu jawab. Tak mampu keluar. Terjebak tuduhanmu. Agar pilihanmu ngakak, melihatku bisa dipermainkan. Oleh drama kemunafikan.
Aku tak tegas. Aku tak teges. Tak bisa bersikap. Bukan aku bodoh. Aku tahu ini akan membunuh banyak waktu. Rugi umur. Rugi hidup. Hanya bertarung goblok. Yang tak ada ujung akhirnya.
Saatnya bangkit melawan. Melawan kezoliman ini. Perempuan bukan kamu saja. Kau jangan seenak hatimu, menjajah lelaki. Kau kira dunia ini tak ada keadilan?Â
Lelaki tanpa perempuan. Bagai kopi tanpa gula. Pahit. Getir. Mencekik. Tak cocok sudahi saja. Untuk apa bertahan, jika tambah tersakiti. Pergi saja. Mari akhiri, tanpa dendam.
Dunia lelaki kesepian. Selamat tinggal harapan. Buka lembar baru. Bersama kepul kretek. Sisa senyum yang tersakiti. Masih ada esok. Untuk apa bertarung dengan kebodohan. Hanya menghabisi jiwa. Saatnya berpisah di persimpangan. Untuk langkah selanjutnya. Sendiri menjemput takdir lainnya. Dalam ikhlasnya kisah. Esok hari.
Malang, 17 Juni 2021
Oleh Eko irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H