Bisa jadi ini adalah bukan hanya curhatku, tapi curhat semua penulis. Minat baca yang rendah, sekilas baca judulnya, terus sudah memutuskan artikel itu gini dan gini. Hebat ya, hanya baca judul dan sedikit dari keseluruhan artikel, tapi sudah tahu isinya apa, tapi versi pemahaman sepihak. Inilah kenapa banyak orang tiba tiba menyebarkan hoax, karena belum baca tapi sudah sok paham.Â
Jika bukan Hobby, proses menulis ini akan jadi  penurun produktifitas kepenulisan dan memicu kejadian berhenti menulis. Kok bisa ya. Sudah capek capek cari inspirasi. Mengolah kata kata yang tepat. E, teryata viewernya rendah banget. Numpang lewat dibaca judulnya, terus tak dilanjutkan membaca. Selesai. Apa benar seperti itu?Â
Siapa yang salah?
Jika ditelusuri, hal ini adalah dua sisi yang saling terkait. Ada faktor penulis Dan ada Faktor pembacanya. Secara umum, membaca artikel panjang itu kurang diminati.Â
Artikel yang bertele tele sangat tidak menarik minat untuk dibaca. Pilihan kata yang kurang tepat baik pada judul atau isi sangat mempengaruhi keminatan membaca.Â
Sudah judulnya tak menarik, isi artikel juga tidak menarik untuk dilanjutkan dibaca. Ya sudah, selesai. Siapa yang salah? Tidak ada. Semua serba relatif dan bisa sama sama salah. Pembaca milenial, membaca artikel itu via handphone.Â
Jadi bisa dipahami jika terlalu panjang suatu artikel, maka kenyamanan pembaca jadi hilang dan ditinggalkan. Tingkat keminatan membaca secara mandiri, bisa jadi faktor penyebab kenapa sebuah artikel hanya dibaca judulnya saja, setelah itu ditinggalkan. Antara penulis dan pembaca, sebaiknya dibangun ekosistem yang kondusif. Inilah peran admin suatu media.Â
Secara umum minat baca rendah, ditambah kualitas hasil dari artikel itu juga kurang mumpuni. Maka curhat penulis itu akan sangat tragis. Sudah capek nulis, capek mikir cari inspirasi, habisin paket data, sudah gitu tak pernah dapat k reward, artikel yang kita buat outputnya miskin pembaca. Payah.Â
Disinilah peran admin memberikan status dan membantu publikasi artikel melalui medsos, sehingga artikel tersebut dipublikasikan oleh lembaga berkompeten dan terpercaya. Hasilnya viewer akan meningkat. Tapi tak semua artikel, bisa disupport demikian. Karena judul, isi, kualitas artikel dan standar lainnya, tetap harus sesuai dengan syarat dan ketentuan.Â
Sang penulis sendirilah yang harus nge-share artikelnya di grub wa atau medsos pribadinya. Kadang sebagai penulis, kita merasa kurang Pede nge-share karya kita sendiri di medsos pribadi. Sudah saatnya penulis itu berani membranding dirinya di dalam lingkup pertemanan terdekat melalui medsos.Â
Minimal, merekalah yang membaca tulisanmu. Namun tak semua penulis melakukannya, karena medsos pribadi apalagi grub wa dibuat untuk tujuan guyon belaka. Andai puisi saya itu di share di grub wa, nanti dikatakan bucin anyaran. Jadi selektif saja perlu tidaknya kita nge-share tersebut.
Tips membuat tulisan menarikÂ
Saya sangat membutuhkan tips ini, termasuk semua penulis. Kadang kita itu kecewa, sudah riset, wawancara, study kepustakaan dan berkontemplasi, hasilnya artikel kita itu tak ada yang baca.Â
Setegar apapun penulis, dia tetep manusia yang punya perasaan. Bisa semangat, bisa kecewa. Dan apresiasi yang diharapkan penulis adalah artikel itu dibaca, bermanfaat dan bisa menginspirasi. Syukur syukur, semoga dengan menulis bisa memberikan kesejahteraan finansial. Itu baru keren.Â
Kenapa artikel kita hanya dibaca judulnya saja? Itu yang perlu kita cari jawabnya. Pertama, nama kita belum dikenal. Kedua, kita memberi judul yang tidak menarik. Tidak menimbulkan rasa ingin tahu.Â
Ketiga, diparagraf awal tulisan kita kurang menarik dan tidak menimbulkan minat untuk membaca lebih jauh. Keempat, tema tulisan kita tidak dibutuhkan pembaca, tidak aktual dan tidak peka lingkungan.Â
Kelima, salah jam tayang. Kita kadang menayangkan artikel itu tengah malam, praktis semua sudah tidur. Dan paginya, artikel kita tertumpuk artikel lain. Atau tayang saat jam kerja.Â
Keenam, tidak ada inovasi baru dalam karya kita, maka pembaca akan bosan karena itu itu saya yang kita tayangkan. Ketujuh, tak didukung tampilan foto, gambar dan video yang menunjukan itu ciri khas kamu banget.Â
Sementara 7 hal ini yang membuat artikel kita, miskin pembaca. Selain di Kompasiana, di akun you tube atau tiktok, ternyata juga demikian. Ada semacam sistem algoritma tertentu yang membuat akun kita serasa hanya untuk dilihat sendiri. Yg like, subscibe dan komen Ndak ada. Mungkin 7 hal diatas adalah penyebabnya.
Motivasi MenulisÂ
Jika demikian ceritanya, rasanya kita memang perlu motivasi besar untuk tetap berkarya sekalipun tak ada yang baca. Motivasi proses berkarya itu memang naik turun, seiring kondisi mentalitas kita pribadi.Â
Penulis memang harus punya management konflik yang tangguh. Artinya dia mampu mengelola konflik yang terjadi di semua segmen hidupnya. Bisa memilah dimana dia harus berada.Â
Tidak campur aduk. Konflik memang bisa terjadi dimana saja dan kita harus pandai pandai menempatkan diri. Namun proses berkarya itu tetap saja dipengaruhi kondisi konflik ini.
Agar motivasi berkarya tetap membara, kita harus berkumpul dengan orang orang yang memiliki semangat luar biasa. Inilah arti penting  berkomunitas. Jangan terlalu intens berkumpul dengan orang orang apatis, berpola pikir negatif dan pembawaannya curiga melulu. Jika kamu suntuk, dan berkumpul dengan type orang orang seperti itu, praktis dirimu akan ketularan juga.Â
Jadi sebelum ketularan, segeralah berinovasi sedari sekarang. Tak masalah tak dibaca, yang penting berkarya. Seorang penulis bernama Tom Pires adalah inspirasi saya. Dia tidak pernah tahu tulisannya sekarang menjadi buku penting untuk mengangkat sejarah beberapa bangsa termasuk bumi Nusantara.Â
Salah satunya, Dia sempat berkeliling pulau Jawa dan menulisnya dalam buku Suma oriental. Buku itu baru diketemukan 300 tahun sepeninggal beliau dipedagang kitab loak dan ternyata itu kitab sejarah luar biasa. Mungkin karyamu sekarang hanya sampah, namun kelak dikemudian hari pasti bermaksa. Teruslah menulis dan menginspirasi banyak orang.
Malang, 15 Juni 2021
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H