Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ternyata Ini Filosofi Lebaran Kupat

20 Mei 2021   11:43 Diperbarui: 20 Mei 2021   11:54 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lebaran kupat (olahan pribadi Eko Irawan)

Hari ini, tepat seminggu setelah Perayaan idul Fitri 1 Syawal 1442. Bagi masyarakat Jawa, seminggu setelah lebaran ada tradisi lebaran kupat. Di daerah Malang Raya, tradisi ini masih lestari hingga sekarang. Dipasar pasar tradisional di kota Batu, kota Malang dan Kabupaten Malang, masih kita jumpai penjual janur. Meskipun penjual janur untuk kupat ini tidak sebanyak kisaran 10 tahun yang lalu, namun keberadaan mereka adalah tanda masih ada dan lestarinya lebaran kupat. 

Konon afdholnya adalah seminggu setelah lebaran, namun menu kupat ini sudah bisa ditemukan sejak usai sholat Ied. Sebelum pandemi, perayaan lebaran ketupat ini biasanya lebih ramai, khususnya di desa desa dan terlihat lalu lalang sambil membawa rantang untuk diantar kesanak saudara terdekat. Tukar menukar menu masakan yang sama. Namun 2 lebaran belakangan, nuansa tersebut terasa kurang, karena masyarakat mengutamakan menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan. Apalagi sanak saudara yang berada di luar kota tidak bisa mudik, sehingga lebaran di masa pandemi terasa sangat berbeda.

Kupat bukan sekedar makanan tanpa makna. Ada esensi yang sangat kaya filosofis, berikut ulasannya 

SEJARAH KETUPAT
Ternyata kupat atau ketupat juga punya sejarah. Konon adalah Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan pada masyarakat Jawa sebagai sarana syiar Agama Islam melalui media makanan khas bernama Kupat.

Sunan Kalijaga membudayakan 2 kali BAKDA, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat yang dimulai seminggu sesudah Lebaran. Artinya menu suguhan kupat mentradisi di masyarakat Jawa sebagai suguhan setelah lebaran sebagai menu santap keluarga, dan bakda kupat, sebagai gebyar dari lebaran kupat, tepat seminggu kemudian.

ARTI KATA KETUPAT 

Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus.
Ketupat atau KUPAT merupakan kependekan dari : NGAKU LEPAT dan LAKU PAPAT.
Ngaku lepat artinya MENGAKUI KESALAHAN.
Laku papat artinya EMPAT TINDAKAN.

NGAKU LEPAT.
Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang jawa. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.

LAKU PAPAT dimaksud adalah :
1. LEBARAN.
2. LUBERAN.
3. LEBURAN.
4. LABURAN.

LEBARAN
Artinya Sudah usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Sebulan lamanya menjalankan ibadah puasa ramadhan, dan 1 Syawal adalah bulan baru yang kemudian disebut lebaran.

LUBERAN
Meluber atau melimpah, ajakan bersedekah untuk kaum miskin. Yaitu saat Pengeluaran zakat fitrah.

LEBURAN
Sudah habis dan lebur. Maksudnya dosa dan kesalahan akan melebur habis karena setiap umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.

LABURAN
Berasal dari kata labur,dengan kapur yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.

FILOSOFI KUPAT - LEPET


KUPAT
Kenapa mesti dibungkus JANUR ? Janur, diambil dari bahasa Arab " Ja'a nur " (telah datang cahaya ). Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat HATI manusia. Saat orang sudah mengakui kesalahannya maka hatinya seperti
KUPAT YANG DIBELAH, pasti isinya putih bersih, hati yang tanpa iri dan dengki. Kenapa?
Karena hatinya sudah dibungkus CAHAYA (ja'a nur).

LEPET
Lepet = silep kang rapet. Mangga dipun silep ingkang rapet, mari kita KUBUR/TUTUP YANG RAPAT. Jadi setelah ngaku lepet,meminta maaf,
menutup kesalahan yang sudah dimaafkan,
jangan diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya KETAN DALAM LEPET.

Sungguh sangat kaya ajaran filosofi kupat lepet dalam tradisi masyarakat Jawa. Hal ini merupakan media pembelajaran syiar Agama Islam melalui media makanan khas yang hanya ada dan tersedia dalam momen tertentu. 

Demikian, semoga menginspirasi.

Malang, 20 Mei 2021

Oleh Eko Irawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun