Sebuah janji di toko buku. Bertemu kamu. Tapi bukan dirimu. Karena bukan aku takdirmu, tapi dia.
Andai itu kamu. Kisah ini tak pernah ada. Tapi kau bawa aku padanya. Kisah pencarian. Hingga bertemu dia. Ibu dari anak anakku.
Aku hanya diriku. Tak masuk hitunganmu. Mungkin kau bisa terima, tapi mereka tak pernah setuju aku bersamamu. Orang tuamu.
Konspirasi cinta. Prolog pasangan hidup. Sebuah asa dimasa muda. Merintis dari rasa harap. Membangun dari niat suci. Dan jadilah biduk. Bersama dalam suka duka.
Hanya cairan tolak angin yang kupunya. Disaku jas pinjaman. Terucap dalam janji. Untuk bersama. Bermodal cita cita.
Prolog ini ditulis diakhir. Saat semua sudah terjadi. Sekarang. Tapi ini bukan skenario dulu. Ini rekam asa, dalam kisah jalan takdir.Â
Warna warni dinamika. Pelangi hidup. Kenanglah yang indah, agar hidup kembali tumbuh. Seperti kisah semula.
Bukan untuk kembali. Prolog yang menjelang tutup. Cinta yang telah luntur. Tak patut dianggap tak ada. Walau tak diakui. Tapi itu pernah ada. Dalam kenangan.
Coba ingatlah, agar masih ada senyum dalam pahitnya kisah. Agar tetap ada semangat dalam gelapnya hati. Bekal sebelum pergi. Dalam takdir cinta yang lain. Tanpa dendam.
Malang, 1 April 2021
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H