Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Epilog

1 April 2021   03:42 Diperbarui: 1 April 2021   03:43 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Epilog dokpri Eko irawan

Ujung waktu. Setelah sekian lama. Langkah langkah yang mulai usang. Derap yang mulai surut. Berdebu disepatu lusuh. Lelah sudah menapak asa. Menuju awal baru setelah berakhir.

Persimpangan jalan. Beda arah. Memilih yang bukan pilihan. Menang yang bukan pemenang. Kalah yang bukan mengalah. Dipaksa, tersiksa. Hanya beradu ego ego. Pertarungan sia sia. Percuma. 

Epilog drama. Berakhir duka. Balik kanan dan bubar. Memilih jalan masing masing. Karena dipaksa menyatu, sudah buntu. Rugi waktu. Buang usia. Bikin hidup tersiksa. Untuk apa bertahan, tapi sakit. 

Cahaya mulai redup. Menunggu datangnya bintang bintang. Saat semua sudah dihapus. Tak diakui. Tak dimaknai. Sudah dianggap sampah terbuang. Permata berharga yang ternoda. Dicoreng nafsu. Diselimuti dusta. 

Berawal dari akhir. Kembali pada titik lahir. Debat kusir hanya pertanda goblog. Kalah menang rugi, tanpa solusi. Tertawalah dendam para setan. Untuk kepuasan palsu. Bisikan bajingan laknat.

Terkutuklah sutradara karma setingan. Yang Galang dukungan. Untuk membully kebenaran. Agar kesalahan dianggap maha benar. Disemai dalam dusta dan kemunafikan. Puas lega melihat siksa. Menari girang diatas tangis kehormatan. Yang ditipu nafsu bejat.

Inilah akhir. Epilog dari awal baru. Sudahi saja. Untuk apa memaksa. Tak cocok tak bisa senada. Musik sumbang pujian pembisik laknat. Berbaju penjaga, tapi perampok bangsat.

Dialah pengecut. Dialah pecundang. Aku boleh kau tipu. Kau sudah berani main gila. Semua bisa kau tipu. Tapi Tuhan Tahu. Jujur saja, kau sudah puas. Sangat puas.  Benar benar puas.

Kau hebat dipuja. Lebih baik dari diri ini. Lebih sabar dan mulia. Tapi lari dari tanggung jawab. Seperti binatang. Suka main belakang. Lalu sembunyi. Dan diri ini, dijadikan tumbal. Dituduh dalang. Yang mengganggu kebahagiaan para terkutuk.  

Sudah disakiti, diminta bukti. Yang baik saat lampau, telah dihapus, tak diakui, tak disyukuri. Diganti dia. Agar menang. Dibela. Dibenarkan. Sesuai tafsirmu sendiri, atas bisikannya.

Drama apa lagi yang akan diperankan. Tak ada yang bisa ditolong. Kuikhlaskan. Pergilah bersamanya. Karena dia pilihanmu. Selamat berbahagia. Langit bumi saksi, kemarin lakukan apa. Tak usah dusta. Apalagi ingkar. Tuhanmu saksinya. Dusta apa lagi yang akan disiarkan? Masihkah belum puas?

Malang, 1 April 2021

Oleh Eko Irawan

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun