Artikel ini terinspirasi dari curhat seorang teman. Anaknya laki laki, lulusan sarjana tehnik komputer dari universitas terkenal dan sekarang kerja di toko rokok elektrik sebagai pramuniaga. Gajinya minim dibawah UMR dan kerjanya full day. Salah sedikit, dimarahi juragan. Sekarang sudah tidak kerasan. Minta dicarikan lowongan kerja apa saja. Yang penting kerja, biar tidak malu sama tetangga.Â
Cerita cerita seperti ini sudah sering kita dengar dimasyarakat. Setelah lulus, berlomba lomba masuk ke dunia kerja. Melamar kesana kemari, cari lowongan kerja. Kadang menunggu lowongan PNS, sampai tua rela jadi honorer di gaji seikhlasnya. Padahal orang tuanya susah payah bayar mahal untuk biaya pendidikan perguruan tinggi. Harapannya agar anaknya jadi orang. Namun, setelah lulus, sama saja. Kerja apa adanya. Yang salah siapa?
Fenomena apakah ini? Lulus sarjana seharusnya sudah punya ilmu dan pengalaman lebih mumpuni dibanding lulusan SMA. Jika lulusan SMA kerja apa adanya masih bisa dimaklumi, namun ini sarjana brow. Why?
Artikel berikut mencoba mencari jawaban dari fenomena ini, dan semoga menginspirasi lulusan sarjana agar menemukan passion yang cocok bagi dirinya, sebagai tiket meraih sukses gemilang bagi masa depannya.
Kuliah adalah Bekal Pengalaman
Sistem pemilihan jurusan dan kesesuaian bakat minat masuk ke perguruan tinggi sering diabaikan, sehingga banyak mahasiswa hanya sekedar kuliah. Yang penting kuliah. Milih jurusannya salah. Tidak ada bakat minat dijurusan itu. Selama proses pembelajaran, tersiksa dan memaksakan diri karena tidak punya passion dijurusan itu. Hasilnya hanya sekedar lulus. Ijasahnya tidak laku didunia kerja. Karena secara keahlian, dia kurang menguasai karena pelajarannya saja sudah tidak suka, bagaimana bisa ahli dibidang itu?
Seorang teman, lulus jurusan pertanian dengan fokus ilmu tanah. Sekarang kerja jadi admin akutansi kantor di perusahaan rokok.Â
Teman yang lain, lulusan sarjana hukum, namun endingnya jadi ustad dan guru ngaji.
Bahkan teman yang lain, baru lulus dari jurusan sejarah, bukan mengembangkan diri di dunia kesejarahan, tapi malah jadi sopir.
Saya pribadi dari pendidikan guru jurusan PPKn tapi tidak jadi guru sekarang malah menjadi pegiat museum dan sejarah.
Dan banyak lagi contoh, bahwa asal kuliah dan memaksakan diri kuliah tapi tidak sesuai bakat minat, setelah lulus hasilnya Zong. Kita tidak ahli dibidang yang kita tidak menyukainya. Ditest keilmuan dibidang tsb, kita dianggap karbitan karena jelas plonga plongo. Terus untuk apa bayar mahal kuliah di perguruan terkenal jika hasilnya memalukan?