Terusir Pergi. Tak diakui. Terima saja. Ikhlas. Demi kepuasanmu. Demi dendammu. Demi apapun keinginanmu.
Jika ini harus, aku siap lakukan. Bertarung dijalanan. Menggelandang. Aku tak akan drama. Jika ini rencanamu. Demi bahagiamu. Agar kau puas sepuas puasnya.
Bahasa dendam. Pujalah. Agar laknatmu tertimpa padaku. Agar semua orang, menilai sesuai maksudmu. Galanglah semua dukungan untuk pojokan aku. Sesukamu.
Tertawalah diatas tangisku. Agar kamu benar, menurut penafsiranmu sendiri. Inilah saatnya dendam berkuasa. Bikin kapok tiada Tara. Karena ini membuatmu bahagia.
Jika ini benar, aku siap. Tapi siapa yang membisikimu? Dalang dari semua ini? Pahlawanmu itu. Sudah siapkah keadilan ditegakkan?
Langkah kaki orang terusir. Dalam sesat. Kelaparan. Kau sekarang puas melihatku begini. Aku ridho. Aku ikhlas. Aku pasrahkan saja. Semua sudah jelas. Tak perlu ada dusta.
Sihir siapa yang membuatku terusir. Kuterima dengan berpasrah. Kusyukuri saja. Semoga esok masih ada mentari. Yang memberi sinar. Pada kebenaran. Tanpa dusta lagi. Karena Tuhan, tak akan menguji, diluar kemampuan ini.
Malang, 29 Januari 2021
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H