Malam, kembali disini. Saat aku dilecehkan. Dihina. Untuk mencari sesuatu. Untuk orang yang sudah benci. Menyalahkan aku. Tanpa maaf lagi.
Aku Sudah dihinakan. Diduakan. Dituduh dengan cerita dusta. Agar bebas, sebebasnya melakukan. Menari tarian surga dunia. Dengan tertawa ngakak. Mereguk nikmat.
Kau bahagiakan dia. Kau beri dia nikmatku. Ditempat istimewa. Dengan rasa istimewa. Lezat. Aku dibodohi. Tidak tahu. Tapi Allah Tahu saat kau mereguk nikmat.
Dan aku yang difitnah. Agar kelakuan itu jadi benar. Tak mau disalahkan. Dan harus benar. Tanpa peduli aku masih ada. Menjaga kehormatanmu. Tapi kau mau diinjak injak kehormatanmu untuk alasan cinta. Oleh sang Arjuna bangsat.
Dia kau beri nikmat. Aku kau beri derita. Tapi dia yang jadi raja. Aku yang kau peras. Untuk alasan tanggung jawab. Dalil dalil agama. Dituntut agar dia bersih. Cuci tangan. Tapi Allah Tahu.
Saat berteman sepi. Sakit tiada Tara. Lelah, cari tebusan. Cari tanggungan yang aku sendiri dilumpuhkan. Dituntut harus dan harus. Dan harus ada. Sementara yang menikmatimu tertawa. Mengirim sihir agar aku terseok kapok. Seolah yang harus dihukum itu aku. Agar dia puas. Dan dialah yang kau bela sebagai dewa kebenaran.
Balada orang tertipu. Diperas untuk tanggung jawab. Tanpa maaf, seolah akulah dalangnya. Bukan didoakan, tapi dikapokan, untuk kepuasanmu bersamanya. Tapi akulah yang dituduh suudhon. Puas? Waras ?
Tak apa. Allah tahu tangisku. Allah tahu semua niatmu. Dramamu bersamanya. Untuk menipu aku. Memperalat aku.Â
Dan yang memberi berkah itu Allah. Yang sudah kau dustakan, untuk alasan cinta suci bersamanya. Dan aku dicap binatang bejatnya. Penyebab utamanya. Dalangnya. Agar kau memperoleh pembenaran. Agar bebas sebebasnya.
Inilah kisah saat berteman sepi. Diam untuk menang. Kuikhlaskan untuk bahagiamu bersamanya, dalam deritaku. Tanpa rejeki Illahi.
Malang, 23 Januari 2021