Malam ini, masih hujan. Sendiri, dalam lamunan. Membaca mantra sunyi. Dalam diam. Menuntut keadilan.
Huruf yang telah sirna. Kata tanpa makna. Kalimat sia sia. Paragraf tanpa jeda. Mantra sunyi tanpa suara.
Kosong. Antara hidup dan moksa. Sirna dalam hening. Sunyi dalam kobaran asa. Antara ada. Dan tidak pernah ada.
Waktu terus memburu. Menyerah dalam tuntutan, yang aku tak mampu. Pasrah dalam jalan buntu. Marah dalam sedihku. Sunyiku. Jalan keluarku.
Mantra sunyi. Menyala bagai api. Sendiri tanpa solusi. Semua sudah tak bermakna lagi. Sial dan tak berarti.
Kukutuk kau durjana. Kaulah yang menebar bencana. Kaulah penyebabnya. Malam ini saksinya. Keadilan Illahi akan bicara.
Terimalah mantra sunyiku. Gerak senyap tanpa dendam. Aku ikhlas. Kupasrahkan laknatmu padaNya. Balaslah dia. Dengan caraMu.
Mantra sunyi. Aku sudah kau hina. Kau rampok hidupku. Kau injak injak harga diriku. Tapi aku yang kau anggap salah. Tapi aku yang kau anggap dalang. Apakah ini keadilan?
Mantra sunyi malam ini. Akan terbuka. Membuka pintu langit. Kan kuikuti. Tanpa melawan. Karena jalan takdir, tanpa rencana. Pasrah PadaNya.
Aku hanya manusia dungu. Yang bisa kau hinakan. Menarilah diatas deritaku. Aku pasrah. Jika itu membuatmu puas. Jika itu Mengobati dendammu. Karena bahagiamu, melihat aku tersiksa. Melihat aku sengsara. Tertawa melihat aku terlunta lunta.
Mantra sunyi menyambut pagi. Membuka tabir hari hari. Melangkah untuk pergi. Untuk apa menuntut aku ini. Orang yang sudah kau lukai?Â